BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Ada beberapa
faktor penyebab dari lemahnya kualitas latihan adalah terbatasnya kemampuan
pelatih dan sumber – sumber yang telah digunakan untuk mendukung proses
latihan. Hal tersebut ditandai dengan menurunya prestasi bermain bulutangkis
serta berjalan tampa arah yang jelas. Pelatih sebagai pengajar selalu
dihadapkan dengan masalah keterbatasan kualitas pelatih yang kurang memadai
sehingga mereka kurang mampu dalam melaksanakan profesinya secara kompeten.
Bulutangkis
sebagai aktivitas jasmani merupakan salah satu cabang olahraga yang populer
yang berkembang pesat di indonesia. banyak orang melakukan olahraga bulutangkis
dengan berbagai macam tujuan, diantaranya untuk rekreasi dan hiburan, menjaga
kebugaran dan kesehatan sampai untuk
tujuan olahraga prestasi. Sebagai cabang olahraga prestasi, bulutangkis
termasuk olahraga kompetitif yang memerlukan gerakan ekplosif, banyak gerakan
refleks, kecepatan mengubah arah dan juga membutuhkan nutrisi yang baik untuk
para atlet bulutangkis.
Metode
latihan yang digunakan oleh pelatih dalam praktik latihan bulutangkis
membutuhkan tenaga yang ekplosif sehingga dapat menyediakan Gizi makanan pada
atlet, dan latihan ini cenderung melakukan gerakan dimana atlet melakukan
latihan fisik berdasarkan gerakan kecepatan. gerakan yang telah diketahui
sebelumnya tanpa control yang jelas dalam melakukan gerakan. Masih banyak
pelatih bulutangkis yang melatih mempergunakan pendekatan atau metode
tradisioanal yang paling disenangi pelatih dalam pelaksanaan proses latihan sehingga
lupa dalam proses pengaturan gizi atlet dalam permainan bulutangkis. Proses
latihan secara tradisional sering mengabaikan tugas – tugas latihan dan tidak
sesuai dengan taraf perkembangan atlet (Tholik Mutahir, 2002:18).
Tuntutan
terhadap metode latihan yang efektif dan efisien didorong oleh kenyataan dan
gejala – gejala yang timbul dalam pelatihan. Beberapa alasan tentang penting kebutuhan metode latihan yang efisien
menurut Rusli Lutan (1988:26) adalah ”(1) efesiensi akan menghemat waktu,
energy dan biaya, (2) metode efesien akan memungkinkan atlet untuk menguasai
tingkat keterampilan yang lebih tinggi”.
Agar metode
latihan yang akan di terapkan dapat dirancang dengan baik, terlebih dahulu
ditelusuri faktor - faktor yang mempengaruhi kepelatihan bulutangkis. Latihan
fisik pada setiap cabang olahraga merupakan pondasi utama dalam pembinaan
teknik, taktik serta mental selanjutnya. Semua komponen biomotor harus dalam
dikembangkan untuk menunjang prestasi atlet. Dengan modal fisik yang prima
tentunya atlet akan dapat menguasai tahap latihan selanjutnya.
Pembinaannya
meliputi faktor fisik, teknik, taktif dan mental. Selama ini pada latihan yang
diberikan lebih menekankan pada faktor teknik. Sedangkan kondisi fisik belum
dibina secara maksimal, hal ini bisa
disebabkan bahwa faktor dianggap telah terwakili pada saat latihan sehingga
kondisi fisik secara otomatif meningkat. Anggapan tersebut kurang benar, karena
bulutangkis memerlukan untuk kondisi fisik tersedia sehingga membutuhkan
pembinaan fisik yang lebih tepat. Unsur kondisi fisik yang diperlukan pada
permainan bulutangkis antaran lain, power, kekuatan, kecepatan, kelincahan,
kelentukan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan, dan daya tahan.
Keberhasilan
dalam proses latihan bermain bulutangkis
adalah intensifnya atlet melakukan latihan. Perbedaan kemampuan terutama
terjadi karena kualitas fisik yang berbeda (sugiyanto, 1997:353). Senada dengan
hal tersebut Rusli Lutan (1988:332) mengatakan bahwa faktor – faktor yang
mempengaruhi proses latihan keterampilan bermain bulutangkis adalah: (1)
kondisi internal, dan (2) kondisi eksternal. Kondisi internal mencakup
faktor-faktor yang terdapat pada individu, atau atribut lain yang membedakan atlet
satu dengan atlet yang lainnya. Salah satu faktor kondisi internal adalah
kemampuan fisik.
Stamina merupakan salah satu faktor penting yang sangat
menunjang prestasi atlet. Stamina atlet yang baik hanya dapat diperoleh apabila
mengkonsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan baik pada waktu latihan maupun
pada waktu pertandingan. Prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus
dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting untuk
mewujudkannya adalah melalui gizi seimbang yaitu energi yang dikeluarkan untuk
olahraga harus seimbang atau sama dengan energi yang masuk dari makanan.
Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang
dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung
zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan
juga harus mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan
untuk aktifitas olahraga. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus
individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin atlet, umur,
berat badan, serta jenis olahraga. Selain itu, pemberian makanan juga harus
memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan.
Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan
energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan
sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung
kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan.
Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang
digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa
komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic
rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor
pertumbuhan.
Latihan - latihan yang rutin sangatlah dibutukan untuk
menghadapi kompetisi. Dan untuk menopang latihan yang baik dan berkualitas juga
dibutuhkan nutrisi yang tepat. Jika tubuh di-ibaratkan sebuah mesin, maka mesin
tersebut memerlukan bahan bakar yang berkualitas. Gizi atau nutrisi yang tepat
haruslah memenuhi unsur Nilai Gizi, Mineral, Vitamin dan Cairan. Kekurangan
elemen penting diatas bisa menyebabkan kurang konsentrasi, kelelahan umum,
tenaga sedikit, mudah kram otot dan nafas pendek dan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka proses menganalisis Gizi
pada atlet bulutangkis dapat dirumuskan sebagai berikut:
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana kebutuhan energy pada Atlet
bulutangkis?
2.
Bagaimana kebutuhan Gizi pada Atlet
Bulutangkis?
3.
Bagaiman status Gizi pada atlet
bulutangkis?
4.
Bagaimana asupan gizi pada atlet
Bulutangkis?
5.
Bagaimana pengaturan gizi atlet
bulutangkis sebelum dan sesudah pertandingan.?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui kebutuhan energy atlet
bulutangkis?
2.
Untuk mengetahui kebutuhan gizi atlet
bulutangkis?
3.
untuk mengetahui asupan nutrisi makanan
atlet bulutangkis?
D.
Manfaat
Memberikan sumbangsi pengetahuan
kepada para pembaca yang budiman mengenai Kebutuhan gizi pada atlet
bulutangkis.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Olahraga
Bulutangkis
Olahraga
bulutangkis yang dimainkan dengan kok dan raket, kemungkinan berkembangkan
dimesir kuno sekitar 2000 tahun yang lalu tetapi juga disebut-sebut di india
dan republic rakyat cina. Nenek moyang terdininya diperkirakan ialah sebuah
permainan Tionghoa, Jianzi yang melibatkan penggunaan kok tetapi tanpa raket.
Alih-alih, objeknya dimanipulasi dengan kaki. Misi permainan ini adalah untuk
menjaga kok agar tidak menyentuh tanah selama mungkin tanpa menggunakan tangan.
Di Inggris sejak
zaman pertengahan permainan anak-anak yang disebut Battledores dan shuttlecock sangat
populer. Anak-anak pada waktu itu biasanya akan memakai dayung/tongkat (Battledores) dan bersiasat bersama untuk
menjaga kok tetap di udara dan mencegahnya dari menyentuh tanah. Ini cukup populer
setiap hari di jalan-jalan London pada tahun 1854 ketika majalah punch mempublikasikan kartu untuk ini.
Penduduk Inggris membawa permainan ini ke Jepang, Republic Rakyat Cina, dan
Siam (sekarang Thailand) selagi mereka mengolonisasi asia. Ini kemudian dengan
segera menjadi permainan anak-anak di wilayah setempat.
Olahraga
kompetisi bulutangkis diciptakan oleh petugas tentara Britania di Pune, India
pada abab ke-19 saat mereka menambah jarring dan memainkannya secara
bersaingan. Oleh sebab kota Pune sebelumnya dikenal sebagai Poona, permainan
tersebut juga dikenal sebagai poona pada masa itu. Para tentara pembawa
permainan itu kembali ke inggris pada 1850-an. Olahrgaa ini mendapatkan namanya yang sekarang pada
1860 dalam sebuah pamflet oleh Isaac Spratt, seorang penyalur mainan Inggris,
berjudul ”Badminton Battledore a new
game” ”(Battledore bulutangkis-sebuah permainan baru)” ini melukiskan
permainan tersebut dimainkan digedung badminton (Badminton House), estat Duke
of Beaufort’s di Gloucestershire, Inggris. Peraturan pertama ditulis oleh
klub Badminton Bath pada 1877. Asosiasi bulutangkis Inggris dibentuk pada 1893
dan kejuaraan internasional digelar pertama kali pada tahun 1899 dengan
kejuaraan All England. Bulutangkis
menjadi sebuah olahraga terpopuler di dunia, terutama diwilayah Asia Timur dan
Tenggara, yang saat ini mendominasi olahraga ini, dan di negara-negara
Skandinavia.
International
Badminton Federation (IBF) didirikan pada tahun 1934
membukukan Inggris, Irlandia, Skotlandia, Wales, Denmark, Belanda, Kanada,
Selandia baru, dan Perancis sebagai anggota-anggota pelopornya. India bergabung
sebagai afiliat pada tahun 1936. Pada IBF Ektraordinary
General Meeting di Madrid, Spanyol, September 2006, usulan untuk mengubah
nama International Badminton Federation menjadi
Badminton World Federation (BWF)
diterima dengan suara bulat oleh sejumlah 206 dari berbagai delegasi yang
hadir. Olahraga ini menjadi olahraga Olimpiade Musim Panas di Olimpiade
Barcelona tahun 1992. Indonesia dan Korea Selatan sama-sama memperoleh dua
medali emas pada tahun itu.
Di Indonesia
bulutangkis sudah dikenal sejak lama, sehingga olahraga ini merupakan salah
satu cabang olahraga yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Pada
tanggal 5 Mei 1951 di Indonesia didirikanlah organisasi induk cabang olahraga
bulutangkis yang dikenal dengan nama Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia
(PBSI). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal munculnya pebulutangkis
handal yang dapat mengharumkan nama bangsa, seperti yang dibuktikan pebulutangkis
tunggal yaitu Susi Susanti dan Alan Budikusumah yang meraih dua medali emas
pada Olimpiade Barcelona tahun 1992. Perlu diingat juga bahwa olahraga
bulutangkis walk in untuk pertama kalinya dipertandingkan di Olimpiade
tersebut, bahkan dalam kejuaraan-kejuaraan dunia seperti dalam Thomas dan Uber
Cup sudah beberapa kali piala tersebut direbut tim Indonesia.
Atlet bulutangkis Indonesia seperti
Rudi Hartono, Tjuntjun, Johan Wahyudi, Christian Hadinata, Ii Soemirat,
Verawati Fajrin, Ivana Lie, Susi Susanti, Liem Swe King, Icuk Sugiarto, Joko
Supriyanto, Alan Budikusumah, Haryanto Arbi, Ricky Subagja, Rexy Mainaki, Taufik
Hidayat, dan yang lainnya adalah sederetan atlet yang pernah menjadi juara
dunia pada zamannya dan tak pernah hilang dalam perjalanan sejarah bulutangkis
Indonesia. Prestasi bulutangkis di Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini
mengalami penurunan. Beberapa kejuaran bergengsi seperti Thomas Cup, Uber Cup
dan All England tidak dapat diraih oleh atlit-atlit bangsa Indonesia.
B.
Pengembangan
Kondisi fisik Atlet Bulutangkis
a. Sistem Energi Atlet Bulutangkis
1.
Sistem
Energi
Agar program
latihan mempunyai mempunyai pengaruh yang bermanfaat, maka program itu harus
disusun untuk mengembangkan kemampuan fisiologis tertentu yang diperlukan untuk
kinerja keterampilan berolahraga. Salah satu kemampuan fisiologis yang perlu
dikembangkan adalah penyediaan energy untuk aktifitas otot (Fox, 1984).
Berdasarkan waktu penampilan atau pelaksana olahraga dapat dibedakan dalam 4
(empat) bidang rangkaian kesatuan energi. Hal ini dapat dilihat didalam tabel
sebagai berikut (Fox, 1984).
Tabel 2. Empat bidang rangkaian
kesatuan energy.
Bidang
|
Waktu
penampilan
|
Sistem energy
utama yang terlibat
|
Contoh jenis
aktivitas
|
1
|
Kurang dari 30
detik
|
ATP – PC
|
o
Lari 100 meter, tolak peluru, pukulan dalam tenis
dan Golf
|
2
|
30 detik – 1,5
menit
|
ATP – PC dan Lactid
Acid
|
o
Lati cepat 200 – 400 meter, renang 100
|
3
|
1,5 – 3 menit
|
Lactid acid
dan oksigen
|
o
Lari 800 meter nomor – nomor senam, tinju (1 ronde
3 menit), gulat, (periode 2 menit).
|
4
|
Lebih dari 3
menit
|
Oksigen
|
o
Sepakbola, lari marathon, jogging
|
Sumber: Edward
L. Fox. Sports Physiology. (New York:
WB. Saunders Company, 1984), p.35.
Ada tiga sistem
metabolism yang dapat memproduksi ATP yaitu : (a) Sistem ATP – PC (adenosine Triphosphate Phospho Creatine);
(b) Sistem LA (Lactid acid), dan (c)
Sistem aerobic atau oksigen (Fox, 1984). Adapun karakteristik umu dari sistem
energy tersebut di atas dapat dilihat dalam tabel 2.
2.
Energy
untuk Atlet Bulutangkis
Dalam
kepustakaan belum ada penentuan atau belum ditemukan mengenai besarnya energy
yagn diperlukan dalam permainan bulutangkis. Namun demikian beberapa hal
dikemukakan bahwa permainan bulutangkis diidentifikasi dengan permainan tenis.
Apabila memperhatikan kondisi permainan, terutama frekuensi pukulan dalam
permainan bulutangkis, sekurang – kurangnya sistem energy yagn diperlukan sama
dengan permainan tenis. Adapun sistem energy yang diperlukan dalam permainan
tenis adalah : (1) ATP – PC sebesar 70%; (2) LA – 02 sebesar 20%; dan (3) 02
sebesar 10%.
Tabel 3. Karakteristik umum energy
sistem energy
Sistem ATP –
PC
|
Sistem Asam
Laktat
|
Sistem Oksigen
|
Anaerobic
(tampa oksigen)
|
Anaerobic
(tampa oksigen)
|
Aerobic
(dengan oksigen)
|
Sangat cepat
|
Cepat
|
Lambat
|
Bahan bakar
kimia: PC
|
Bahan bakar
makan: glikogen
|
Bahan bakar
makanan: glikogen, lemak dan protein
|
Produksi ATP
sangat terbatas
|
Produksi ATP
terbatas
|
Produksi ATP
tidak terbatas
|
Penyimpanan
didalam terbatas
|
Efek sampingan
asal laktat yang menyebabkan otot melelahkan
|
Efek sampingan
asal laktat yang menyebabkan otot melelahkan
|
Menggunakan
aktivitas lari cepat atau berbagai power yang tinggi, lama aktivitas pendek
|
Menggunakan
aktivitas dengan durasi antara 1-3 menit
|
Menggunakan
daya tahan atau aktivitas dengan durasi panjang
|
Sumber: Edward
L. Fox. Sports Physiology. (New York:
WB. Saunders Company, 1984), p.22.
Sistem
|
Bahan bakar
kimia/makanan
|
02
|
Kecepatan
|
Produksi ATP
|
Anaerobik
o
Sistem ATP – PC
|
Phosphocreatine
|
Tidak
memerlukan
|
Sangat cepat
terbatas
|
Sedikit
|
o
Sistem Glikolisis
|
Glikolisis
(Glukosa)
|
Tidak
memerlukan
|
Cepat
|
Sedikit/
terbatas
|
Aerobic
o
Sistem oksigen
|
Glikgen,
lemak, protein
|
Memerlukan
|
Lambat
|
Banyak/ tidak
terbatas
|
Sumber: Merle L,
Foss dan Steven J. Keteyian. Fox’s
physiological Basic for exercise dan sport.( Boston: McGraw-Hill, 1988), p.34.
b. Kebutuhan fisik atlet bulutangkis
Sukarman
(1987) mengemukakan bahwa syarat fisik untuk menjadi atlet bulutangkis yang
baik adalah ;
(1) Ia
harus dapat berlari atau menenting dengan cepat kesana kemari
(2) Ia
harus mempertahankan irama lari cepat atau menenting selama pertandingan
(3) Ia
harus lincah
(4) Tangannya
harus kuat untuk mensemes
(5) Ia
harus dapat mensemes beberapa pulu kali dengan kekuatan maksimum, tampa
kelelahan
(6) Kalaperlu
ia harus dapat meloncat untuk mensemes; dan
(7) Seluruh
otot tubuh harus kuat, teruatama otot – otot kaki.
Furqon, Muchsin, dan Kunto (2002: 102) mengemukakan
bahwa kualitas fisik atlet bulutangkis adalah harus memiliki.
(1) Power
dan kapasitas anaerobik (termasuk kecepatan dan kekuatan) yang baik, agar mampu
meloncat/melompat, melenting dengan cepat ke segala arah, melakukan pukulan
smash, lob, drive secara berulang
(2) Daya
tahan dan kekuatan otot serta daya tahan kardiorespiratori (kapasitas aerobik)
yang baik, untuk mempertahankan irama gerak tersebut
(3) Kelincahan
dan kecepatan
(4) Kecepatan
reaksi dan kecepatan dalam memberikan respons kepada pukulan awal (stimulus)
(5) Kelenturan
dan kecepatan terutama tampak dapal gerakan – gerakan menekuk dan meliuk tubuh, kaki dan lengan pada saat memukul dan
mengembalikan bola lawan
(6) Koordinasi
(harpir seluruh aktifitas harus dilakukan secara serentak yang memerlukan
koordinasi gerakan yang baik); dan
(7) Kualitas
otot yang baik, terutama otot – otot; pergelangan tanga, lengan bawah dan atas;
bahu, dada, leher, perut, kaki, paha dan punggung bagian bawah
c. Kebutuhan Energi Atlet Bulutangkis
Energi
diperlukan untuk proses fisiologi yang berlangsung dalam sel tubuh. Proses ini
meliputi kontraksi otot, pembentukan dan penghantar impuls syaraf, sekresi
kelenjar, produksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh, mekanisme taransport
aktif dan berbagai reaksi sintesis dan degradasi (sloane, 2004).
Sumber
energi tubuh berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Sumber energi ini
dipakai oleh sel untuk membentuk sejumlah besar ATP dan ATP dipakai sebagai
sumber energi untuk berbagai fungsi sel (Gayton dan Hall, 2004).
Gerakan
tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraks. Olahraga
aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Besarnya kebutuhan
energi tergantung dari sistem energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan
energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi.
Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic
action (SDA), aktivitas fisik dan faktor pertumbuhan.
1. Basal Metabolic Rate
(BMR)
Metabolisme
adalah jumlah seluruh reaksi kimia dan fisik serta pengubahan energi dalam
tubuh yang menopang dan mempertahankan kehidupan (Sloane, 2004). Metabolisme
dalam tubuh memungkinkan sel melangsungkan kehidupannya (Gayton, 1997).
Metabolisme dapat dibagi menjadi 2 katagori, yaitu anabolisme dan katabolisme.
Anabolisme
meliputi reaksi kimia untuk membentuk kompleks molekul yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan yang disintesis dari zat yang lebih
mudah disertai dengan penggunaan energi. Katabolisme meliputi reaksi kimia
molekul menjadi molekul yang berukuran kecil disertai dengan pelepasan energi.
Reaksi anabolisme dan katabolisme berlangsung dalam sel tubuh secara bersamaan
dan berkelanjutan (Sloane, 2004).
Besarnya
kebutuhan energi seseorang saat melakukan aktivitas dapat dihitung dengan
memperhatikan beberapa komponen, salah satunya adalah Basal Metabolic Rate (BMR) atau
metabolisme basal. Metabolisme basal adalah banyaknya energi yang
dipakai untuk aktivitas jaringan tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani.
Energi tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi tubuh berupa metabolisme
makanan, sekresi enzim, sekresi hormon, maupun berupa denyut jantung, bernafas,
pemeliharaan tonus otot, dan pengaturan suhu tubuh. Metabolisme basal
ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan mental yang sempurna.
Pengukuran metabolisme basal dilakukan dalam ruangan bersuhu nyaman setelah
puasa 12 sampai 14 jam (keadaan postabsorptive). Sebenarnya taraf metabolisme
basal ini tidak benar-benar basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur ternyata
lebih rendah dari pada taraf metabolisme basal, oleh karena itu selama tidur
otot-otot terlelaksasi lebih sempurna.
Metabolisme
basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin, usia, ukuran dan
komposisi tubuh dan faktor pertumbuhan. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh
faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau setres.
Orang dengan berat badan besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai
metabolisme basar yang lebih besar dengan orang yang mempunyai berat badan
besar dengan proporsi lemak yang besar. Metabolisme basal seorang laki-laki
lebih besar dibanding dengan perempuan. Umur juga mempengaruhi metabolisme
basal dimana umur yang lebih muda mempunyai metabolisme basal lebih besar dibanding
yang lebih tua. Rasa gelisah dan ketegangan, misalnya saat bertanding
menghasilkan metabolisme basal 5% sampai 10% lebih besar. Hal ini terjadi
karena sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula tonus otot
meningkat.
Tabel 1. BMR Untuk
Laki-laki Berdasarkan Berat Badan.
Berat badan
|
Energi
(kalori)
|
||
10 – 18 tahun
|
18 – 30 tahun
|
30 – 60 tahun
|
|
55
|
1625
|
1514
|
1499
|
60
|
1713
|
1589
|
1556
|
65
|
1801
|
1664
|
1613
|
70
|
1889
|
1739
|
1670
|
75
|
1977
|
1814
|
1727
|
80
|
2065
|
1889
|
1785
|
85
|
2154
|
1964
|
1842
|
90
|
2242
|
2039
|
1899
|
Tabel 2. BMR Untuk Perempuan Berdasarkan
Berat Badan
Berat badan
|
Energi
(kalori)
|
||
10 – 18 tahun
|
18 – 30 tahun
|
30 – 60 tahun
|
|
40
|
1224
|
1075
|
1167
|
45
|
1291
|
1149
|
1207
|
50
|
1357
|
1223
|
1248
|
55
|
1424
|
1296
|
1288
|
60
|
1491
|
1370
|
1329
|
65
|
1557
|
1444
|
1369
|
70
|
1624
|
1516
|
1410
|
75
|
1691
|
1592
|
1450
|
Tabel 3. Rumus Harris-Bennedict mencari BMR
(Arisman, 2004:159-165)
BMR laki-laki
|
= 664,2 +
(13,75 BB) + (5 TB) – (6,78 U)
|
BMR wanita
|
= 655,1 +
(9,65 BB) + (1,85 TB) – (4,68 U)
|
Keterangan:
a. BMR = Basal
Metabolic Rate
b. BB = Berat Badan (Kilogram)
c. TB = Tinggi Badan (Meter)
d. U = Usia (Tahun)
1.
Specific
Dynamic Action
Bila seseorang dalam keadaan basal
mengkonsumsi makanan maka akan terlihat produksi panas. Produksi panas yang
meningkat di mulai satu jam stelah pemasukan makanan, mencapai maksimum pada
jam ketiga, dan dipertahankan di atas taraf basal selama 6 jam atau lebih.
Kenaikan produksi panas di atas metabolisme basal yang disebabkan oleh makanan
disebut specific dynamic action (SDA).
SDA adalah penggunaan energi sebagai akibat dari makanan itu sendiri. Energi
tersebut digunakan untuk mengolah makanan dalam tubuh, yaitu pencernaan
makanan, dan penyerapan zat gizi, serta transportasi zat gizi.
SDA dari tiap makanan atau lebih
tepatnya zat gizi berbeda-beda. SDA untuk protein berbeda dengan karbohidrat,
demikian pula untuk lemak. Akan tetapi SDA dari campuran makanan besarnya
kira-kira 10 % dari besarnya metabolisme basal.
2.
Aktivitas Fisik
Setiap aktivitas fisik memerlukan
energi untuk bergerak. Aktivitas fisik berupa aktivitas rutin sehari-hari,
misalnya membaca, pergi kesekolah, bekerja sebagai karyawan kantor. Besarnya
energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktivitas
fisik.
Tabel 4. Faktor Aktivitas Fisik
(perkalian dengan BMR)
Tingkat
aktivitas
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Istirahat
ditempat tidur
|
1,2
|
1,2
|
Kerja sangat
ringan
|
1,4
|
1,4
|
Kerja ringan
|
1,5
|
1,5
|
Kerja
ringan-sedang
|
1,7
|
1,6
|
Kerja sedang
|
1,8
|
1,7
|
Kerja berat
|
2,1
|
1,8
|
Kerja berat
sekali
|
2,3
|
2,0
|
Setiap
aktivitas olahraga memerlukan energi
untuk kontraksi otot. Olahraga dapat berupa olahraga aerobik maupun olahraga
anaerobik. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan
lamanya aktivitas olahraga.
Tabel 5. Kebutuhan Energi Berdasarkan
Aktivitas Olahraga (kal/menit).
Aktivitas
olahraga
|
Berat badan
(kg)
|
||||
50
|
60
|
70
|
80
|
90
|
|
Balap sepeda:
|
|||||
9 km/jam
|
3
|
4
|
4
|
5
|
6
|
15 km/jam
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Bertanding
|
8
|
10
|
12
|
13
|
15
|
Bulutangkis
|
5
|
6
|
7
|
7
|
9
|
Bulutangkis
|
7
|
8
|
10
|
11
|
12
|
Bola voli
|
2
|
3
|
4
|
4
|
5
|
Dayung
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Golf
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
Hockey
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
Jalan kaki:
|
|||||
10 menit/km
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
8 menit/km
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
5 menit/km
|
10
|
12
|
15
|
17
|
19
|
Lari:
|
|||||
5,5 menit/km
|
10
|
12
|
14
|
15
|
17
|
5 menit/km
|
10
|
12
|
15
|
17
|
19
|
4,5 menit/km
|
11
|
13
|
15
|
18
|
20
|
4 menit/km
|
13
|
15
|
18
|
21
|
23
|
Renang:
|
|||||
Gaya bebas
|
8
|
10
|
11
|
12
|
14
|
Gaya punggung
|
9
|
10
|
11
|
13
|
15
|
Gaya dada
|
8
|
10
|
11
|
13
|
15
|
Senam
|
3
|
4
|
5
|
5
|
6
|
Senam aerobic
|
|||||
Pemula
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Terampil
|
7
|
8
|
9
|
10
|
12
|
Tenis
lapangan:
|
|||||
Rekreasi
|
9
|
10
|
12
|
14
|
15
|
Bertanding
|
9
|
10
|
12
|
14
|
15
|
Tenis meja
|
3
|
4
|
5
|
5
|
6
|
Tinju:
|
|||||
Latihan
|
11
|
13
|
15
|
18
|
12
|
Bertanding
|
7
|
8
|
10
|
11
|
12
|
Yudo
|
10
|
12
|
14
|
15
|
17
|
3.
Pertumbuhan
Anak dan ramaja mengalami pertumbuhan sehingga
memerlukan pertambahan energi. energi tambahan dibutuhkan untuk pertumbuhan
tulang baru dan jaringan tubuh.
Tabel 6. Kebutuhan Energi Untuk
Pertumbuhan (kalori/hari)
Umur (tahun)
|
Energi/kal/kg/BB
|
10 – 14
|
2
|
15
|
1
|
16 – 18
|
0,5
|
C.
Kebutuhan
Gizi Atlet Bulutangkis
Kebutuhan energi
merupakan prioritas yang utama bagi atlet. Keseimbangan energi untuk menjaga
masa jaringan-jaringan, imun dan fungsi-fungsi reproduksi, dan penampilan
optimal atlet. Keseimbangan energi ini didefinisikan sebagai pemasukan energi
(energi yang dihasilkan dari makanan, cairan, dan produk suplement) dikali
pengeluaran energi (pengeluaran energi, basal metabolisme, efek-efek dari
pemasukan makanan, dan aktivitas fisik). Dengan pemasukan energi, lemak dan
masa otot dapat digunakan oleh tubuh untuk sumber cadangan energi. Pengeluaran
energi dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, massa tubuh, berat lemak
tubuh, intensitas, frekuensi dan durasi latihan. Untuk atlet, rekomendasi yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi macam-macam latihan untuk intensitas,
frekuensi, dan durasi, kemudian untuk menghitung pemasukan energi untuk
aktivitas normal. Banyak atlet yang memerluka konsumsi energi yang cukup untuk
menjaga berat dan komposisi tubuh selama melakukan aktivitas atau berolahraga.
Sesuai prinsip dasar
”gizi seimbang” yang mengandung cukup karbohidrat, lemak, protein, mineral,
air, dan serat. Menurut Joko Pekik Irianto (2007: 50) kebutuhan energi yang
diperlukan setiap orang berbeda-beda, bergantung kepada berbagai faktor, antara
lain: umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan serta berat ringannya
aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang prestasinya olahragawan memerlukan
nutrisi/ zat gizi yang cukup baik kualitas maupun kuantitas. Pada dasarnya
nutrisi dikelompokkan menjadi 2 golongan yakni: Makro Nutrisi, yaitu zat
gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah banyak (makro nutrisi) meliputi ;
karbohidrat, lemak yang berperan sebagai pemberi energi dan protein berfungsi
memelihara pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh. seperti kulit, otot dan
rambut. Pengelompokkan zat gizi yang Kedua adalah mikro nutrisi yaitu zat gizi
yang diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit (mikro nutrisi) meliputi: vitamin
dan mineral yang berperan memperlancar berbagai proses di dalam tubuh.
A. Perencanaan Gizi Atlet Bulutangkis
Untuk
memperoleh prestasi yang optimal , perlu disusun perencanaan makanan berjangka,
baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang yang selanjutnya dijabarkan
dalam program perencanaan makanan atlet. Perencanaan makanan atlet perlu
diselaraskan dengan perencanaan program latihan meliputi : periode persiapan,
pertandingan dan transisi. Perencanaan gizi meliputi 4 (empat) hal, yakni:
1.
Perbaikan status gizi : pada
umumnya perbaikan status gizi dilaksanakan pada periode persiapan umum.
2.
Pemeliharaan status gizi
: dapat dimulai sejak awal periode persiapan apabila atlet telah memiliki
status gizi normal, sedangkan atlet yang belum memiliki status gizi normal
pemeliharaan status gizi dilakukan setelah status gizi normal tercapai.
3.
Pengaturan gizi pertandingan
: pada periode pertandingan perlu disusun perencanaan makanan: sebelum
bertanding, saat bertanding dan setelah bertanding, terutama untuk olahraga
yang memerlukan waktu bertanding lebih dari 60 menit.
4.
Pemulihan Status gizi
: Perencanaan makanan untuk memulihkan kondisi fisik olahragawan, dilaksanakan
pada periode transisi. Tabel 29. Perencanaan Gizi Olahragawan.
B. Perbaikan
Status Gizi atlet bulutangkis
Tujuan
pengaturan makanan pada tahap ini mencakup upaya:
1. Meningkatkan
status gizi antara lain: menambah berat badan, meningkatkan kadar Hb.
2. Menurunkan
berat badan terutama atlet cabang olahraga yang memerlukan klasifikasi berat
badan.
Makanan untuk meningkatkan status gizi:
1. Kebutuhan
energi dan zat gizi ditentukan menurut umur, berat badan, jenis kelamin dan
aktivitas. Atlet pada usia pertumbuhan yang status gizinya kurang baik,
kebutuhan protein lebih tinggi daripada atlet usia dewasa.
2. Susunan
menu seimbang, yang berasal dari beraneka ragam bahan makanan, vitamin dan
mineral sesuai dengan kebutuhan.
3. Menu
disesuaikan dengan pola makan atlet berdasarkan hasil wawancara diet yang
dilakukan dan pembagian makanan disesuaikan dengan jadwal kegiatan atlet.
4. Untuk
meningkatkan kadar Hb, dilakukan dengan pemberian makanan sumber zat besi yang
berasal dari bahan makan hewani, oleh karena lebih banyak diserap oleh tubuh
daripada sumber makanan nabati.
5. Selain
meningkatkan konsumsi makanan kaya zat besi, juga perlu menambah makanan yang banyak
mengandung vitamin C, seperti pepaya, jeruk, nanas, pisang hijau, sawo kecik,
sukun, dll.
Makanan
untuk menurunkan berat badan:
1. Penurunan
berat badan sebaiknya dilakukan pada periode persiapan umum.
2. Mengurangi
asupan energi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan
0.5 kd berat badan/minggu atau 1.000 kalori untuk penurunan berat badan 1.0 kg
berat badan/minggu.
3. Menu
seimbang dan memenuhi kebutuhan gizi.
4. Selain
mengurangi asupan makanan perlu menambah aktivitas.
Pada tahap ini diharapkan status gizi sudah mencapai
tingkat yang optimal dan fisik atlet sudah beradaptasi dengan intensitas
latihan yang tinggi. Selama tahap pemeliharaan status gizi, atlet harus mampu
mempertahankan kondisinya dengan memperhatikan faktor pengaturan makanan.
Komposisi gizi tetap seimbang dan perlu monitoring
status gizi atlet berdasarkan berat badan,persentase lemak (lean body weight).
Berbagai hal yang perlu diperhatikan pada tahap pemeliharaan status gizi antara
lain:
1. Konsumsi
energi harus cukup, terutama dalam bentuk karbohidrat komplek, untuk
mempertahankan simpanan glikogen otot dalam jumlah yang cukup. Konsumsi
karbohidrat yang rendah selama latihan intensif akan menyebabkan simpanan
glikogen berkurang dan dapat menurunkan kinerja.
2. Mengatur
jadwal makan, atlet harus ingat bahwa bahan bakar dalam otot harus selalu diisi
kembali setelah latihan. Sesuaikanlah waktu makan dengan waktu latihan. Apabila
atlet tidak sempat makan pagi, maka makanlah snack yang tinggi karbohidrat
misalnya roti. Bila harus berlatih sore hari usahakan makan snack pukul 15.00
dan makan malam setelah latihan , hindarkan makan berlebihan.
3. Porsi
makanan lebih kecil, namun frekuensi sering dan ditambah beberapa kali makanan
selingan.
4. Istirahat
yang cukup untuk recovery (pemulihan sumber energi) dan menghilangkan kelelahan
setelah berlatih. Makanlah karbohidrat komplek untuk menambah simpanan glikogen
otot.
5. Untuk
mendapatkan kemampuan endurance yang optimal, selain mengisi simpanan energi
dalam otot, perhatikan juga kemampuan otot untuk menggunakan bahan bakar
tersebut, maka perlu: meningkatkan kapasitas aerobik, meningkatkan kadar
hemoglobin, memaksimalkan regulator dalam metabolisme dengan mengkonsumsi
vitamin dan mineral secara optimal.
6. Konsumsi
banyak sayur dan buah-buahan segar khususnya yang berwarna tua (sayuran hijau,
wortel, labu kuning, mangga, pepaya, jeruk, semangka, dll.).
7. Kurangi
minyak dan lemak dengan mengurangi makanan goreng dan fast food karena
kandungan lemak pada fast food berlebihan, pilih daging atau ayam yang kurang
berlemak.
8. Banyak
minum air dan sari buah. Atur waktu latihan sehingga selalu memperoleh tambahan
minuman secara teratur. Selama latihan sediakan waktu istirahat untuk minum,
jangan menunggu hingga rasa haus. Air dingin (suhu 10 oC) lebih mudah
meninggalkan lambung dibanding air hangat.
9. Timbanglah
berat badan setiap hari untuk memonitor keseimbangan gizi, sebaiknya
penimbangan dilakukan sebelum dan setelah berlatih untuk mengetahui status
hidrasi. Data berat badan akan digunakan sebagai parameter kebutuhan gizi
setiap pergantian tahap latihan di samping penggunaan parameter lainnya.
D. Analisis
Kebutuhan Gizi Atlet Bulutangkis
Kebutuhan energi
dapat dihitung berdasarkan komponen-komponen penggunaan energi. berdasarkan komponen-komponen
tersebut, terdapat 6 langkah dalam menghitung energi untuk setiap atlet.
Cara menghitung kebutuhan energi
Langkah 1
Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan indeks massa tubuh
dan persentase lemak. IMT = 60 : (1,6)2 = 23,4 Artinya atlet ini
IMT dalam keadaan normal
Langkah 2
Tentukan BMR untuk wanita dengan berat badan 60 kg yaitu 1370
kalori 9tabel 2). Tentukan SDA yaitu 10% x 1370 = 149 Jumlahkan BMR dengan SDA
yaitu 1370 + 137 = 1470 kalori
Langkah 3 dan angkah 4
Tentukan faktor aktifitas kerja ringan sedang yaitu 1,6 (tabel 3)
Langkah 5
Latihan lari setiap minggu yaitu : 3 x 60 x 12 = 2160 kal/mg
Latihan Bulutangkis setiap minggu yaitu : 2 x 30 x 7 = 420 kal/mg Gunakan tabel
6 pada perhitungan aktifitas olahraga.
Kebutuhan energi untuk aktifitas olahraga (lari dan latihan bulutangksi)
adalah 2160 + 420 = 2580 kalori/minggu.
Kebutuhan energi untuk aktifitas olahraga per hari adalah 2580 : 7 = 368,57 kalori Jadi total kebutuhan
energi per hari adalah 2251,2 + 368,57 = 2619,77 kalori Mary membutuhkan energi
setiap hari yang berasal dari makanan yang dia konsumsi adalah 2619,77 kalori
E.
Pengaturan
Gizi Atlet bulutangkis persiapan pertandingan
Telah banyak
dikenal pengaruh berbagai makanan terhadap kinerja olahragawan, namun masih
sering salah menerapkannya di lapangan, misalnya seorang atlet baru merasa siap
bertanding jika telah menyantap ‘obat mujarab’ (telur mentah, susu, dan madu)
sebelum bertanding, yang justru secara fisiologis akan merugikan, susu misalnya
mempunyai kandungan tinggi lemak sehingga tidak segera dapat diproses untuk
menghasilkan energi, demikian juga madu meskipun tersusun atas karbohidrat
sederhana, namun karena sifatnya yang hipertonik (pekat), akan menyebabkan
reboud insulin, sehingga menyebabkan hipoglikemia (kadar gula
darah rendah).
Teori Leibig,
sudah banyak disangkal oleh para ahli, misalnya penelitian Chitenden
menyimpulkan bahwa para pekerja berat yang memperoleh makan cukup kalori, tetap
sehat hanya dengan asupan protein 50-60 gram/hari (Asmuni, 1988: 50).
Demikian juga
penelitian Pettenhover dan Voit, menunjukkan bahwa pembakaran protein pada
waktu berlatih berat tidak lebih tinggi dibanding pada waktu istirahat, juga
setelah cadangan glikogen habis. Sedangkan bila latihan dilanjutkan tidak
didapatkan ekskresi nitrogen yang berarti (Waluyo, 1981: 73).
Dengan demikian
anggapan diet tinggi protein akan meningkatkan massa otot dan memperbaiki
kinerja adalah tidak tepat, bahkan menurut ahli gizi, mengkonsumsi makanan
tinggi protein selama berlatih maupun bertanding justru merugikan sebab, protein bukan bahan makan sumber energi siap
pakai, metabolisme protein meningkatkan kerja ginjal yang seharusnya tidak
perlu.
Akan tetapi
kenyataan di lapangan masih banyak ditemukan praktek-praktek diet yang hanya
didasarkan atas kebiasaan dan pengalaman pribadi tanpa dukungan kebenaran
ilmiah. Praktek diet yang salah seperti dikemukakan di atas tidak hanya terjadi
di negara berkembang saja, akan tetapi juga di negara maju. Seperti penelitian
yang dilakukan oleh Bentivegna terhadap 75 coach dan trainer atletik, hasilnya
menunjukkan 51% berkeyakinan bahwa diet tinggi protein akan meningkatkan massa
otot dan memperbaiki penampilan (Eleanor, 1984:178).
Untuk memperoleh
hasil kinerja olahraga yang optimal, perlu disusun pengaturan makanan
pertandingan, meliputi pengaturan makan sebelum bertanding, saat bertanding dan
setelah bertanding.
1.
Makanan Sebelum Bertanding
Tujuan
pengaturan makanan sebelum bertanding adalah:
a. Mencegah
rasa lapar dan kelemahan,
b. Tubuh
penuh energi meskipun perut kosong,
c. Menjamin
status hidrasi,
d. Alat
percernaan tidak terbebani selama bertanding,
e. Agar
atlet merasa siap bertanding.
Berbagai cabang olahraga mempunyai lama pertandingan
berbeda, demikian juga berat ringannya pertandinan tidak selalu sama. Untuk itu
harus diketahui sistem energi utama yang diperlukan mensuplai energi untuk
aktivitas fisik, hal tersebut berkaitan dengan pengaturan makanan sebelum bertanding.
Pertandingan jarak pendek seperti lari cepat 50 m, 100 m, 200 m, energi utama
yang dipergunakan adalah anaerobik. Pertandingan dalam jangka waktu lama yang
dilakukan terus-menerus, seperti balap sepeda nomor jalan raya, marathon
menggunakan sistem energi aerobik dengan bahan bakar karbohidrat dan lemak.
Karbohidrat dipergunakan terutama pada waktu start dan menjelang finish karena
pada saat tersebut olahragawan memerlukan gerakan yang cepat.
Sedangkan untuk pertandingan berselang, kadang
cepat, kadang lambat (intermitten), seperti halnya sepakbola,
hockey, sistem energi yang berperan adalah gabungan antara anaerobik dan
aerobik. Makanan menjelang bertanding hanya berperan kecil dalam menyediakan
energi, akan tetapi perlu diberikan untuk menghindarkan rasa lapar dan
kelemahan agar atlet dapat berprestasi seoptimal mungkin. Sebenarnya tidak ada
makanan khusus yang dapat menaikkan prestasi olahraga, namun pengaturan pola
makan akan berpengaruh terhadap penampilan atlet, untuk itu diet menjelang
bertanding perlu direncanakan dengan baik agar selama bertanding atlet tidak
merasa kekurangan makan, berikan diet secara teratur dan hindarkan makanan
berat yang sulit dicerna.
Dua sampai dengan tiga jam sebelum bertanding, atlet
perlu disediakan makan menu ringan, tinggi karbohidrat (sebaiknya berupa
karbohidrat kompleks, sebab selain mengandung karbohidrat juga tersedia zat
gizi lainnya seperti vitamin dan mineral, diserap secara perlahan). Perut yang
penuh makanan akan mengganggu kinerja saat bertanding, disamping itu energi tak
dapat dicurahkan sepenuhnya untuk aktivitas luar, sebab metabolisme makanan
butuh energi tersendiri (SDA: Specific Dynamic Action) untuk karbohidrat 6-7%,
lemak 4-14% dan protein 30-40%.
Makanan tinggi protein sebaiknya dihindarkan, sebab
dari metabolisme protein akan terjadi sisa zat yang bersifat toksik, seperti
amonia dan urea. Asupan protein yang berlebihan akan memaksa ginjal dan hati
bekerja ekstra untuk detoksikasi (penawar racun).Amonia dan asam organik sisa
metabolisme protein akan menjadi deuretika yang memudahkan kita mengeluarkan
urine, sehingga akan memberatkan atlet selama bertanding.
Pembuangan sisa metabolisme protein ini diikuti
hilangnya berbagai mineral penting, seperti potasium, kalsium dan magnesium
yang pada akhirnya akan menyebabkan dehidrasi, daya tahan menurun dan juga bisa
menyebabkan terjadinya stroke atau gangguan otak. Protein juga bukanlah sumber
energi instant yang siap pakai, sebab untuk menjadi energi harus menghilangkan
unsur nitrogen terlebih dahulu yang memerlukan rangkaian proses cukup panjang.
Makanan menjelang bertanding sebaiknya terdiri atas
menu ringan yang sudah dikenal atau biasa dikonsumsi atlet, sebab makanan mempunyai
arti emosional dan harus diingat bahwa ketegangan menjelang bertanding akan
berpengaruh terhadap prestasi. Disamping itu pilihlah makan yang mudah dicerna,
hindarkan makanan berlemak, karena karena akan membebani percernaan.
2.
Makanan pada Hari Pertandingan
Tujuan:
memberi makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar
cadangan glikogen tetap terpelihara.
Syarat:
a. Cukup
gizi sesuai dengan kebutuhan.
b. Protein
cukup 10-12%, lemak 1-20%, hidrat arang 68-70% dari total Kalori.
c. Banyak
mengandung vitamin.
d. Mudah
dicerna, tidak bergas dan berserat, serta tidak merangsang (pedas, asam).
e. Cairan
gula diberikan dalam konsentrasi rendah.
Berbagai
hal yang perlu diperhatikan:
a. Pilih
makanan yang tinggi karbohidrat terutama jenis karbohidrat komplek, misalnya:
nasi, mie, bihun, makroni dan kue-kue seperti bolu, biskuit, krakers, dll.
b. Hindarkan
karbohidrat sederhana, seperti minuman manis atau gula, sebab minuman manis
dengan kadar gula lebih dari 2.5 gram/100 ml air( hipertonik) akan menyebabkan
terjadnya Hipoglikemia( penurunan kadar gula darah). Dengan gelaja antara lain
: lemas,mudah tersinggung,sakit kepala,lapar,pucat dan beringat,
bingung,kejang,hilang ke-sadaran. Hal tersebut terjadi karena otak kekurangan
suplai makanan (Glukosa merupakan satu-satunya sumber makanan bagi otak)
c. Hindari
makanan yang terlalu banyak gula, seperti sirup, soft drink, coklat, satu jam
sebelum bertanding. Pemakaian gula sebelum bertanding akan merugikan sebab
selain mempunyai efek osmotik, juga akan meningkatkan sekresi insulin yang akan
mengakibatkan terjadinya hipoglikemia.
d. Mengatur
waktu makan sesuai dengan jadwal pertandingan.
e. Memperhitungkan
waktu pencernaan dari jenis bahan makanan yang diberikan.
f. Memberikan
makanan tambahan dalam bentuk cair yang kaya akan zat gizi, karena makanan cair
lebih cepat meninggalkan lambung dari pada makanan padat dan diberikan dua jam
sebelum bertanding.
g. Bila
kebiasaan dekat waktu bertanding tidak dapat makan yang cukup, maka makan malam
sebelum hari bertanding harus diusahakan makanan yang banyak karbohidrat dan
snack sebelum tidur dipilih makanan yang banyak karbohidrat dan rendah lemak,
misalnya krakers, biskuit, toast. Whole milk (susu sempurna) termasuk makanan/ minuman
banyak mengandung lemak yang sebaiknya dihindarkan, sebab waktu cerna lama yang
memperberat perut selama pertandingan berlangsung.
h. Hindarkan
makanan berat-berserat. Sayuran berserat atau sayuran mentah akan menimbulkan
volume feaces yang memperberat alat cerna.
i.
Hindarkan makanan merangsang dan
mengandung gas. Makanan yang terlalu pedas, terlalu asam dan mengandung gas,
seperti kol, sawi, durian, nangka sebaiknya tidak dikonsumsi menjelang
bertanding, sebab akan mengganggu proses pencernaan dan menimbulkan rasa tidak
nyaman di lambung.
j.
Alkohol sebaiknya ditinggalkan.
Olahragawan harus cukup selektif dalam memilih makanan/minuman menjelang
bertanding, sebab akhir-akhir ini banyak beredar minuman pabrik yang
kadang-kadang beralkohol. Meskipun alkohol termasuk sumber energi instan untuk
kerja otot dan memberikan kalori tinggi (1 gram menghasilkan 7 kalori), namun
banyak efek merugikan, diantaranya adalah:
o
Alkohol merupakan depresent bagi susunan
syaraf pusat.
o
Mempercepat kelelahan, sebab memproduksi
asam laktat.
o
Menganggu kerja syaraf: menghambat waktu
reaksi, mempengaruhi refleks, kecepatan dan koordinasi menjadi lambat.
o
Mempunyai sifat deuretis yang memudahkan
kencing.
o
Konsumsi caffein perlu dipertimbangkan.
Penelitian Costil tahun 1978 terhadap pelari-pelari marathon yang diberi minum
kopi sebanyak 2 cangkir satu jam sebelum bertanding, menunjukkan hasil yang
baik. Mereka mampu memperbaiki penampilannya 10-15 menit lebih cepat. Hal
tersebut dapat dijelaskan bahwa “Endurance Competition” mula-mula karbohidrat
memberi 90% dari energi yang diperlukan dan lemak 10%. Oleh karena pertandingan
berlangsung lama, maka tahap berikutnya energi yang berasal dari karbohidrat
berkurang, sedangkan yang berasal dari lemak bebas terus bertambah. Salah satu
efek cafein yang terdapat pada kopi, teh dan koka adalah merangsang mobilitas
lemak sehingga asam lemak bebas masuk ke dalam aliran darah. Dengan perbaikan
metabolisme lemak ini, maka penggunaan glikogen dapat dihemat sehingga akan
memperbaiki endurance. Namun efek negatif dari cafein perlu dipertimbangkan,
yakni cafein merupakan stimulansia yang dapat meningkatkan ketegangan syaraf
yang membingunkan, sering juga diikuti terjadinya depresi selama bertanding
(Smith, 1989:177). Akibat lain dari cafein adalah pada atlet yang sensitif
terhadap zat ini menyebabkan insomnia, ekstra sistolik dan deuresis. Oleh sebab
itu pemakian cafein terutama menjelang dan pada saat bertanding perlu
dipertimbangkan.
k. Memberi
makanan yang telah dikenal oleh atlet atau makanan yang mengandung arti bagi
yang bersangkutan dapat dilakukan, tetapi harus selektif, misalnya atlet
menyukai ayam kentucky sebelum bertanding sebaiknya diganti ayam bakar.
l.
Memberi cukup banyak cairan dengan
interval waktu tertentu.
m. Susunan
pola hidangan seperti pola hidangan pada tahap pemeliharaan status gizi
dimodifikasi dengan menambah jenis snack tinggi karbohidrat.
Tabel. Pengaruh Pemberian
Makanan/Minuman terhadap Kinerja.
Jenis Makanan
|
Lama Pertandingan
|
||
0 – 90 menit
|
90 mnt- 3 jam
|
> 3 jam
|
|
Makan 3 jam sebelum bertanding
|
Tidak membantu
|
Tidak membantu
|
o
Membantu suplai glukosa otot & darah.
o
Memperbaiki Enduren.
|
Cafein
|
Membantu setelah 60 mnt
|
Memperbaiki endurance
|
Memperbaiki endurance
|
Menuman mengandung 5-10% KH
|
Tidak membantu
|
Memperbaiki
endurance
|
Memperbaiki
endurance
|
Makanan tinggi KH cair
|
Tidak membantu
|
Memperbaiki
endurance
|
Memperbaiki
endurance
|
( Sumber: Smith,1989:114).
Waktu makan:
o
3 – 4 jam sebelum bertanding: makanan
utama terdiri dari nasi, sayur, lauk-pauk dan buah.
o
2 – 3 jam sebelum bertanding:
snack/makanan kecil, misalnya: krackers, roti, dll.
o
1 – 2 jam sebelum bertanding:
cairan/minuman.
Pertandingan sepanjang
hari:
Sehari sebelum
bertanding istirahat yang cukup, dan makan pagi, siang dan malam terdirii dari
makanan lengkap tinggi karbohidrat. Minuman ekstra cairan sepanjang hari. Pada
hari pertandingan, makan pagi bergantung toleransi atlet seperti biasanya, pada
hari pertandingan usahakan makan snack tinggi karbohidrat (krackers, biskuit)
setiap 1,5 – 2 jam untuk mempertahankan gula darah dalam keadaan normal, makan
siang rendah lemak, berarti makanan tidak boleh digoreng, tidak menggunakan
santan kental dan minumlah air sebelum merasa haus.
Kebutuhan Cairan:
Tubuh manusia
sebagian besar atau sekitar 60% adalah cairan, maka selama berlatih atau
bertanding status hidrasi atlet harus benar-benar dipertahankan, sebab
kekurangan cairan 1% akan mengurangi prestasi, kekurangan 3-5% akan menganggu
sirkulasi dan kekurangan 25% berakibat kematian (Tauhid, 1986:45).
Cairan yang
diperlukan untuk mempertahankan status hidrasi atlet diperoleh dari intake
makanan, hasil metabolisme, dari minuman sebelum, selama dan sesudah
bertanding.
Pada
pertandingan olahraga endurance, seperti marathon, seorang atlet dapat
kehilangan kehilangan cairan melalui keringat sebanyak 2-4 liter per jam, lewat
pernapasan sebesar 130 cc/jam, dalam keadaan biasa kehilangan cairan lewat
tractus respiratoris hanya 15 cc/jam (Tien, 1982:104).
Pemeliharaan
status hidrasi sangat penting, sebab akan menentukan kinerja termasuk daya
tahan atlet selama bertanding. Minuman selain bermanfaat menggantikan cairan
yang hilang juga berguna untuk mengurangi panas badan dan memberi kesempatan
penambahan karbohidrat.
Kebutuhan cairan
bagi orang awam dengan kerja sedang, sekitar 6 gelas sehari, sedangkan untuk
olahragawan adalah sekitar satu liter setiap pengeluaran energi sebanyak 1.000
kalori atau 2,5 -4 liter sehari.
Sehari sebelum
bertanding minumlah ekstra cairan paling sedikit 2-3 gelas besar. Dua jam
sebelum bertanding dapat minum 2-3 gelas karena ginjal baru akan mengeluarkan
air seni 60-90 menit kemudian, dan 5-15 menit sebelum bertanding minum 1-2
gelas. Selama bertanding atlet dapat minum pada saat istirahat, seperti pada
cabang olahraga sepakbola dan bolavoli.
Untuk cabang
olahraga marathon dan balap sepeda nomor jalan raya tiap 10-15 menit minum
200-300 ml (1-2 gelas). Pada cuaca panas kebutuhan cairan semakin meningkat 3
kali dari yang dianjurkan. Untuk mengetahui apakah atlet cukup minum sebagai
pengganti keringat keluar, dapat dilihat dari jumlah dan warna urine. Jika
jumlah urine sedikit dan warnanya tua, berarti kurang minum, dapat juga dengan
menimbang berat badan, setiap kehilangan berat badan 0,5 kg setelah berlatih
atau bertanding minumlah 2 gelas air.
3.
Makanan Saat Bertanding
Pada
umumnya pertandingan yang berlangsung lebih dari 90 menit, seperti marathon dan
balap sepeda,pada saat-saat bertanding di pos-pos tertentu terdapat tambahan
makanan untuk memenuhi kebutuhan kalori selama bertanding.
Sebaiknya
makanan dalam bentuk cair, mengandung 400-500 Kalori, mislnya campuran juice
buah, gula dan tepung maizena, yoghurt dengan tepung-tepungan yang disesuaikan
dengan selera atlet. Makanan cair lebih cepat dicerna, diminum 2 jam sebelum
bertanding.
Jenis
makanan cair harus diperkenalkan dan dibiasakan dahulu sebelum dipergunakan
dalam pertandingan. Jika atlet kurang menyukainya, dapat diberikan makan padat
seperti pisang , crackers, kue apem, dan lain-lain atau produk makanan suplemen
yang mudah dan ringan dibawa yang mengandung banyak karbohidrat.
4.
Makanan Setelah Bertanding
Untuk
mempersiapkan atlet mengikuti pertandingan pada hari berikutnya perlu disusun
diet khusus, dengan tujuan untuk memulihkan simpa-nan energi dan zat gizi
(memulihkan simpanan glikogen, mengembalikan status hidrasi dan keseimbangan
elektrolit).
Syarat-syarat
makanan setelah bertanding:
a. Cukup
energi,
b. Tinggi
karbohidrat (60-70%), vitamin dan mineral,
c. Cukup
protein dan rendah lemak,
d. Banyak
cairan.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
a. Setiap
penurunan 500 gram berat badan tubuh memerlukan cairan pengganti sejumlah 500
cc.
b. Pada
penurunan berat badan 4-7% berat badan akan kembali normal setelah 24-48 jam.
c. Berikan
minum dengan interval waktu tertentu.
d. Jenis
minuman juice buah yang banyak mengandung kalium dan natrium, misalnya juice
tomat, belimbing, dll.
e. Untuk
memulihkan kadar gula darah, tubuh memerlukan karbohidrat 1 gram /Kg berat
badan, berikan 1 jam setelah bertanding.
f. Pilihlah
jenis karbohidrat kompleks dan disakarida.
g. Pada
umumnya atlet malas makan setelah bertanding, untuk itu berikan ½ porsi dari
biasanya dan tambahlah makanan cair yang banyak karbohidrat.
5.
Pemulihan Status Gizi
Masa
pemulihan dapat diartikan sebagai masa akhir pertandingan, dalam periodisasi
latihan disebut masa transisi. Pada masa ini olahragawan tetap melakukan
kegiatan fisik yang bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik serta
mempertahankannya kualitas yang telah dicapai pada masa kompetisi, selanjutnya
dipersiapkan untuk memasuki masa periodi-sasi latihan berikutnya.
Pengaturan
makanan mengikuti tata laksana makanan setelah bertanding. Kebutuhan energi
disesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan sehari-hari.
Biasanya
pada masa ini sudah tidak berada pada pemusatan latihan, atlet harus tetap
mempertahankan kebiasaan makan yang sudah terpola seperti pada saat di
pemusatan latihan.
Berbagai
hal yang perlu dipertimbangkan:
a. Kebutuhan
energi disesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan.
c. Tetap
mengontrol berat badan agar selalu dalam batas-batas ideal.
d. Apabila
status gizi menurun dapat dipergunakan susunan pola hidangan peningkatan gizi.
Bila status gizi tetap terpelihara, gunakan susunan hidangan pemeliharaan
status gizi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Gizi pada atlet atau mereka yang aktif, seyogyanya tetap mengikuti
anjuran yang baku sesuai umur, jenis kelamin, berat dan lamanya aktivitas fisik
yang dilakukan. Kebutuhan
energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi.
komponen-komponen tersebut yaitu yaitu basal
metabolic rate (BMR), specific
dynamic action (SDA), aktivitas fisik dan faktor pertumbuhan. Menu makanan
atlet harus mengandung karbohidrat sebanyak 60 – 70%, lemak 20 – 25% dan
protein sebanyak 10 – 15% dari total energi yang dibutuhkan.