Selasa, 05 Mei 2015

ANALISIS KEBUTUHAN GIZI ATLET



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Ada beberapa faktor penyebab dari lemahnya kualitas latihan adalah terbatasnya kemampuan pelatih dan sumber – sumber yang telah digunakan untuk mendukung proses latihan. Hal tersebut ditandai dengan menurunya prestasi bermain bulutangkis serta berjalan tampa arah yang jelas. Pelatih sebagai pengajar selalu dihadapkan dengan masalah keterbatasan kualitas pelatih yang kurang memadai sehingga mereka kurang mampu dalam melaksanakan profesinya secara kompeten.
Bulutangkis sebagai aktivitas jasmani merupakan salah satu cabang olahraga yang populer yang berkembang pesat di indonesia. banyak orang melakukan olahraga bulutangkis dengan berbagai macam tujuan, diantaranya untuk rekreasi dan hiburan, menjaga kebugaran dan kesehatan sampai  untuk tujuan olahraga prestasi. Sebagai cabang olahraga prestasi, bulutangkis termasuk olahraga kompetitif yang memerlukan gerakan ekplosif, banyak gerakan refleks, kecepatan mengubah arah dan juga membutuhkan nutrisi yang baik untuk para  atlet bulutangkis.
Metode latihan yang digunakan oleh pelatih dalam praktik latihan bulutangkis membutuhkan tenaga yang ekplosif sehingga dapat menyediakan Gizi makanan pada atlet, dan latihan ini cenderung melakukan gerakan dimana atlet melakukan latihan fisik berdasarkan gerakan kecepatan. gerakan yang telah diketahui sebelumnya tanpa control yang jelas dalam melakukan gerakan. Masih banyak pelatih bulutangkis yang melatih mempergunakan pendekatan atau metode tradisioanal yang paling disenangi pelatih dalam pelaksanaan proses latihan sehingga lupa dalam proses pengaturan gizi atlet dalam permainan bulutangkis. Proses latihan secara tradisional sering mengabaikan tugas – tugas latihan dan tidak sesuai dengan taraf perkembangan atlet (Tholik Mutahir, 2002:18).
Tuntutan terhadap metode latihan yang efektif dan efisien didorong oleh kenyataan dan gejala – gejala yang timbul dalam pelatihan. Beberapa alasan tentang  penting kebutuhan metode latihan yang efisien menurut Rusli Lutan (1988:26) adalah ”(1) efesiensi akan menghemat waktu, energy dan biaya, (2) metode efesien akan memungkinkan atlet untuk menguasai tingkat keterampilan yang lebih tinggi”.
Agar metode latihan yang akan di terapkan dapat dirancang dengan baik, terlebih dahulu ditelusuri faktor - faktor yang mempengaruhi kepelatihan bulutangkis. Latihan fisik pada setiap cabang olahraga merupakan pondasi utama dalam pembinaan teknik, taktik serta mental selanjutnya. Semua komponen biomotor harus dalam dikembangkan untuk menunjang prestasi atlet. Dengan modal fisik yang prima tentunya atlet akan dapat menguasai tahap latihan selanjutnya.
Pembinaannya meliputi faktor fisik, teknik, taktif dan mental. Selama ini pada latihan yang diberikan lebih menekankan pada faktor teknik. Sedangkan kondisi fisik belum dibina secara maksimal, hal  ini bisa disebabkan bahwa faktor dianggap telah terwakili pada saat latihan sehingga kondisi fisik secara otomatif meningkat. Anggapan tersebut kurang benar, karena bulutangkis memerlukan untuk kondisi fisik tersedia sehingga membutuhkan pembinaan fisik yang lebih tepat. Unsur kondisi fisik yang diperlukan pada permainan bulutangkis antaran lain, power, kekuatan, kecepatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan, dan daya tahan.
Keberhasilan dalam proses latihan bermain bulutangkis  adalah intensifnya atlet melakukan latihan. Perbedaan kemampuan terutama terjadi karena kualitas fisik yang berbeda (sugiyanto, 1997:353). Senada dengan hal tersebut Rusli Lutan (1988:332) mengatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi proses latihan keterampilan bermain bulutangkis adalah: (1) kondisi internal, dan (2) kondisi eksternal. Kondisi internal mencakup faktor-faktor yang terdapat pada individu, atau atribut lain yang membedakan atlet satu dengan atlet yang lainnya. Salah satu faktor kondisi internal adalah kemampuan fisik. 
Stamina merupakan salah satu faktor penting yang sangat menunjang prestasi atlet. Stamina atlet yang baik hanya dapat diperoleh apabila mengkonsumsi gizi  sesuai dengan kebutuhan baik pada waktu latihan maupun pada waktu pertandingan. Prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui gizi seimbang yaitu energi yang dikeluarkan untuk olahraga harus seimbang atau sama dengan energi yang masuk dari makanan. Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat  gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan juga harus mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan untuk aktifitas olahraga. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet  harus individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin atlet, umur, berat badan, serta jenis olahraga. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan.
Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan.
Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan.
Latihan - latihan yang rutin sangatlah dibutukan untuk menghadapi kompetisi. Dan untuk menopang latihan yang baik dan berkualitas juga dibutuhkan nutrisi yang tepat. Jika tubuh di-ibaratkan sebuah mesin, maka mesin tersebut memerlukan bahan bakar yang berkualitas. Gizi atau nutrisi yang tepat haruslah memenuhi unsur Nilai Gizi, Mineral, Vitamin dan Cairan. Kekurangan elemen penting diatas bisa menyebabkan kurang konsentrasi, kelelahan umum, tenaga sedikit, mudah kram otot dan nafas pendek dan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka proses menganalisis Gizi pada atlet bulutangkis dapat dirumuskan sebagai berikut:
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kebutuhan energy pada Atlet bulutangkis?
2.      Bagaimana kebutuhan Gizi pada Atlet Bulutangkis?
3.      Bagaiman status Gizi pada atlet bulutangkis?
4.      Bagaimana asupan gizi pada atlet Bulutangkis?
5.      Bagaimana pengaturan gizi atlet bulutangkis sebelum dan sesudah pertandingan.?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui kebutuhan energy atlet bulutangkis?
2.      Untuk mengetahui kebutuhan gizi atlet bulutangkis?
3.      untuk mengetahui asupan nutrisi makanan atlet bulutangkis?
D.    Manfaat
Memberikan sumbangsi pengetahuan kepada para pembaca yang budiman mengenai Kebutuhan gizi pada atlet bulutangkis.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Olahraga Bulutangkis
Olahraga bulutangkis yang dimainkan dengan kok dan raket, kemungkinan berkembangkan dimesir kuno sekitar 2000 tahun yang lalu tetapi juga disebut-sebut di india dan republic rakyat cina. Nenek moyang terdininya diperkirakan ialah sebuah permainan Tionghoa, Jianzi yang melibatkan penggunaan kok tetapi tanpa raket. Alih-alih, objeknya dimanipulasi dengan kaki. Misi permainan ini adalah untuk menjaga kok agar tidak menyentuh tanah selama mungkin tanpa menggunakan tangan.
Di Inggris sejak zaman pertengahan permainan anak-anak yang disebut Battledores dan shuttlecock sangat populer. Anak-anak pada waktu itu biasanya akan memakai dayung/tongkat (Battledores) dan bersiasat bersama untuk menjaga kok tetap di udara dan mencegahnya dari menyentuh tanah. Ini cukup populer setiap hari di jalan-jalan London pada tahun 1854 ketika majalah punch mempublikasikan kartu untuk ini. Penduduk Inggris membawa permainan ini ke Jepang, Republic Rakyat Cina, dan Siam (sekarang Thailand) selagi mereka mengolonisasi asia. Ini kemudian dengan segera menjadi permainan anak-anak di wilayah setempat.
Olahraga kompetisi bulutangkis diciptakan oleh petugas tentara Britania di Pune, India pada abab ke-19 saat mereka menambah jarring dan memainkannya secara bersaingan. Oleh sebab kota Pune sebelumnya dikenal sebagai Poona, permainan tersebut juga dikenal sebagai poona pada masa itu. Para tentara pembawa permainan itu kembali ke inggris pada 1850-an. Olahrgaa  ini mendapatkan namanya yang sekarang pada 1860 dalam sebuah pamflet oleh Isaac Spratt, seorang penyalur mainan Inggris, berjudul ”Badminton Battledore a new game” ”(Battledore bulutangkis-sebuah permainan baru)” ini melukiskan permainan tersebut dimainkan digedung badminton (Badminton House), estat Duke of Beaufort’s di Gloucestershire, Inggris. Peraturan pertama ditulis oleh klub Badminton Bath pada 1877. Asosiasi bulutangkis Inggris dibentuk pada 1893 dan kejuaraan internasional digelar pertama kali pada tahun 1899 dengan kejuaraan All England. Bulutangkis menjadi sebuah olahraga terpopuler di dunia, terutama diwilayah Asia Timur dan Tenggara, yang saat ini mendominasi olahraga ini, dan di negara-negara Skandinavia.
International Badminton Federation (IBF) didirikan pada tahun 1934 membukukan Inggris, Irlandia, Skotlandia, Wales, Denmark, Belanda, Kanada, Selandia baru, dan Perancis sebagai anggota-anggota pelopornya. India bergabung sebagai afiliat pada tahun 1936. Pada IBF Ektraordinary General Meeting di Madrid, Spanyol, September 2006, usulan untuk mengubah nama International Badminton Federation menjadi Badminton World Federation (BWF) diterima dengan suara bulat oleh sejumlah 206 dari berbagai delegasi yang hadir. Olahraga ini menjadi olahraga Olimpiade Musim Panas di Olimpiade Barcelona tahun 1992. Indonesia dan Korea Selatan sama-sama memperoleh dua medali emas pada tahun itu.
Di Indonesia bulutangkis sudah dikenal sejak lama, sehingga olahraga ini merupakan salah satu cabang olahraga yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Pada tanggal 5 Mei 1951 di Indonesia didirikanlah organisasi induk cabang olahraga bulutangkis yang dikenal dengan nama Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal munculnya pebulutangkis handal yang dapat mengharumkan nama bangsa, seperti yang dibuktikan pebulutangkis tunggal yaitu Susi Susanti dan Alan Budikusumah yang meraih dua medali emas pada Olimpiade Barcelona tahun 1992. Perlu diingat juga bahwa olahraga bulutangkis walk in untuk pertama kalinya dipertandingkan di Olimpiade tersebut, bahkan dalam kejuaraan-kejuaraan dunia seperti dalam Thomas dan Uber Cup sudah beberapa kali piala tersebut direbut tim Indonesia.
Atlet bulutangkis Indonesia seperti Rudi Hartono, Tjuntjun, Johan Wahyudi, Christian Hadinata, Ii Soemirat, Verawati Fajrin, Ivana Lie, Susi Susanti, Liem Swe King, Icuk Sugiarto, Joko Supriyanto, Alan Budikusumah, Haryanto Arbi, Ricky Subagja, Rexy Mainaki, Taufik Hidayat, dan yang lainnya adalah sederetan atlet yang pernah menjadi juara dunia pada zamannya dan tak pernah hilang dalam perjalanan sejarah bulutangkis Indonesia. Prestasi bulutangkis di Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini mengalami penurunan. Beberapa kejuaran bergengsi seperti Thomas Cup, Uber Cup dan All England tidak dapat diraih oleh atlit-atlit bangsa Indonesia.
B.     Pengembangan Kondisi fisik Atlet Bulutangkis
a.      Sistem Energi Atlet Bulutangkis
1.      Sistem Energi
Agar program latihan mempunyai mempunyai pengaruh yang bermanfaat, maka program itu harus disusun untuk mengembangkan kemampuan fisiologis tertentu yang diperlukan untuk kinerja keterampilan berolahraga. Salah satu kemampuan fisiologis yang perlu dikembangkan adalah penyediaan energy untuk aktifitas otot (Fox, 1984). Berdasarkan waktu penampilan atau pelaksana olahraga dapat dibedakan dalam 4 (empat) bidang rangkaian kesatuan energi. Hal ini dapat dilihat didalam tabel sebagai berikut (Fox, 1984).
Tabel 2. Empat bidang rangkaian kesatuan energy.
Bidang
Waktu penampilan
Sistem energy utama yang terlibat
Contoh jenis aktivitas
1
Kurang dari 30 detik
ATP – PC
o   Lari 100 meter, tolak peluru, pukulan dalam tenis dan Golf
2
30 detik – 1,5 menit
ATP – PC dan Lactid Acid
o   Lati cepat 200 – 400 meter, renang 100
3
1,5 – 3 menit
Lactid acid dan oksigen
o   Lari 800 meter nomor – nomor senam, tinju (1 ronde 3 menit), gulat, (periode 2 menit).
4
Lebih dari 3 menit
Oksigen
o   Sepakbola, lari marathon, jogging
Sumber: Edward L. Fox. Sports Physiology. (New York: WB. Saunders Company, 1984), p.35.
Ada tiga sistem metabolism yang dapat memproduksi ATP yaitu : (a) Sistem ATP – PC (adenosine Triphosphate Phospho Creatine); (b) Sistem LA (Lactid acid), dan (c) Sistem aerobic atau oksigen (Fox, 1984). Adapun karakteristik umu dari sistem energy tersebut di atas dapat dilihat dalam tabel 2.
2.      Energy untuk Atlet Bulutangkis
Dalam kepustakaan belum ada penentuan atau belum ditemukan mengenai besarnya energy yagn diperlukan dalam permainan bulutangkis. Namun demikian beberapa hal dikemukakan bahwa permainan bulutangkis diidentifikasi dengan permainan tenis. Apabila memperhatikan kondisi permainan, terutama frekuensi pukulan dalam permainan bulutangkis, sekurang – kurangnya sistem energy yagn diperlukan sama dengan permainan tenis. Adapun sistem energy yang diperlukan dalam permainan tenis adalah : (1) ATP – PC sebesar 70%; (2) LA – 02 sebesar 20%; dan (3) 02 sebesar 10%.
Tabel 3. Karakteristik umum energy sistem energy
Sistem ATP – PC
Sistem Asam Laktat
Sistem Oksigen
Anaerobic (tampa oksigen)
Anaerobic (tampa oksigen)
Aerobic (dengan oksigen)
Sangat cepat
Cepat
Lambat
Bahan bakar kimia: PC
Bahan bakar makan: glikogen
Bahan bakar makanan: glikogen, lemak dan protein
Produksi ATP sangat terbatas
Produksi ATP terbatas
Produksi ATP tidak terbatas
Penyimpanan didalam terbatas
Efek sampingan asal laktat yang menyebabkan otot melelahkan
Efek sampingan asal laktat yang menyebabkan otot melelahkan
Menggunakan aktivitas lari cepat atau berbagai power yang tinggi, lama aktivitas pendek
Menggunakan aktivitas dengan durasi antara 1-3 menit
Menggunakan daya tahan atau aktivitas dengan durasi panjang
Sumber: Edward L. Fox. Sports Physiology. (New York: WB. Saunders Company, 1984), p.22.
Sistem
Bahan bakar kimia/makanan
02
Kecepatan
Produksi ATP
Anaerobik
o   Sistem ATP – PC
Phosphocreatine
Tidak memerlukan
Sangat cepat terbatas
Sedikit
o   Sistem Glikolisis
Glikolisis (Glukosa)
Tidak memerlukan
Cepat
Sedikit/ terbatas
Aerobic
o   Sistem oksigen
Glikgen, lemak, protein
Memerlukan
Lambat
Banyak/ tidak terbatas
Sumber: Merle L, Foss dan Steven J. Keteyian. Fox’s physiological Basic for exercise dan sport.( Boston: McGraw-Hill, 1988), p.34.
b.      Kebutuhan fisik atlet bulutangkis
Sukarman (1987) mengemukakan bahwa syarat fisik untuk menjadi atlet bulutangkis yang baik adalah ;
(1)   Ia harus dapat berlari atau menenting dengan cepat kesana kemari
(2)   Ia harus mempertahankan irama lari cepat atau menenting selama pertandingan
(3)   Ia harus lincah
(4)   Tangannya harus kuat untuk mensemes
(5)   Ia harus dapat mensemes beberapa pulu kali dengan kekuatan maksimum, tampa kelelahan
(6)   Kalaperlu ia harus dapat meloncat untuk mensemes; dan
(7)   Seluruh otot tubuh harus kuat, teruatama otot – otot kaki.
Furqon, Muchsin, dan Kunto (2002: 102) mengemukakan bahwa kualitas fisik atlet bulutangkis adalah harus memiliki.
(1)   Power dan kapasitas anaerobik (termasuk kecepatan dan kekuatan) yang baik, agar mampu meloncat/melompat, melenting dengan cepat ke segala arah, melakukan pukulan smash, lob, drive secara berulang
(2)   Daya tahan dan kekuatan otot serta daya tahan kardiorespiratori (kapasitas aerobik) yang baik, untuk mempertahankan irama gerak tersebut
(3)   Kelincahan dan kecepatan
(4)   Kecepatan reaksi dan kecepatan dalam memberikan respons kepada pukulan awal (stimulus)
(5)   Kelenturan dan kecepatan terutama tampak dapal gerakan – gerakan menekuk dan meliuk  tubuh, kaki dan lengan pada saat memukul dan mengembalikan bola lawan
(6)   Koordinasi (harpir seluruh aktifitas harus dilakukan secara serentak yang memerlukan koordinasi gerakan yang baik); dan
(7)   Kualitas otot yang baik, terutama otot – otot; pergelangan tanga, lengan bawah dan atas; bahu, dada, leher, perut, kaki, paha dan punggung bagian bawah
c.       Kebutuhan Energi Atlet Bulutangkis
Energi diperlukan untuk proses fisiologi yang berlangsung dalam sel tubuh. Proses ini meliputi kontraksi otot, pembentukan dan penghantar impuls syaraf, sekresi kelenjar, produksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh, mekanisme taransport aktif dan berbagai reaksi sintesis dan degradasi (sloane, 2004).
Sumber energi tubuh berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Sumber energi ini dipakai oleh sel untuk membentuk sejumlah besar ATP dan ATP dipakai sebagai sumber energi untuk berbagai fungsi sel (Gayton dan Hall, 2004).
Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraks. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Besarnya kebutuhan energi tergantung dari sistem energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktivitas fisik dan faktor pertumbuhan.
1.      Basal Metabolic Rate (BMR)
Metabolisme adalah jumlah seluruh reaksi kimia dan fisik serta pengubahan energi dalam tubuh yang menopang dan mempertahankan kehidupan (Sloane, 2004). Metabolisme dalam tubuh memungkinkan sel melangsungkan kehidupannya (Gayton, 1997). Metabolisme dapat dibagi menjadi 2 katagori, yaitu anabolisme dan katabolisme.
Anabolisme meliputi reaksi kimia untuk membentuk kompleks molekul yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan yang disintesis dari zat yang lebih mudah disertai dengan penggunaan energi. Katabolisme meliputi reaksi kimia molekul menjadi molekul yang berukuran kecil disertai dengan pelepasan energi. Reaksi anabolisme dan katabolisme berlangsung dalam sel tubuh secara bersamaan dan berkelanjutan (Sloane, 2004).
Besarnya kebutuhan energi seseorang saat melakukan aktivitas dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen, salah satunya adalah Basal Metabolic Rate (BMR) atau  metabolisme basal. Metabolisme basal adalah banyaknya energi yang dipakai untuk aktivitas jaringan tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi tubuh berupa metabolisme makanan, sekresi enzim, sekresi hormon, maupun berupa denyut jantung, bernafas, pemeliharaan tonus otot, dan pengaturan suhu tubuh. Metabolisme basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan mental yang sempurna. Pengukuran metabolisme basal dilakukan dalam ruangan bersuhu nyaman setelah puasa 12 sampai 14 jam (keadaan postabsorptive). Sebenarnya taraf metabolisme basal ini tidak benar-benar basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur ternyata lebih rendah dari pada taraf metabolisme basal, oleh karena itu selama tidur otot-otot terlelaksasi lebih sempurna.
Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin, usia, ukuran dan komposisi tubuh dan faktor pertumbuhan. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau setres. Orang dengan berat badan besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai metabolisme basar yang lebih besar dengan orang yang mempunyai berat badan besar dengan proporsi lemak yang besar. Metabolisme basal seorang laki-laki lebih besar dibanding dengan perempuan. Umur juga mempengaruhi metabolisme basal dimana umur yang lebih muda mempunyai metabolisme basal lebih besar dibanding yang lebih tua. Rasa gelisah dan ketegangan, misalnya saat bertanding menghasilkan metabolisme basal 5% sampai 10% lebih besar. Hal ini terjadi karena sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula tonus otot meningkat.
Tabel 1. BMR Untuk Laki-laki Berdasarkan Berat Badan.
Berat badan
Energi (kalori)
10 – 18 tahun
18 – 30 tahun
30 – 60 tahun
55
1625
1514
1499
60
1713
1589
1556
65
1801
1664
1613
70
1889
1739
1670
75
1977
1814
1727
80
2065
1889
1785
85
2154
1964
1842
90
2242
2039
1899

Tabel 2. BMR Untuk Perempuan Berdasarkan Berat Badan
Berat badan
Energi (kalori)
10 – 18 tahun
18 – 30 tahun
30 – 60 tahun
40
1224
1075
1167
45
1291
1149
1207
50
1357
1223
1248
55
1424
1296
1288
60
1491
1370
1329
65
1557
1444
1369
70
1624
1516
1410
75
1691
1592
1450

Tabel 3. Rumus Harris-Bennedict mencari BMR
(Arisman, 2004:159-165)
BMR laki-laki
= 664,2 + (13,75 BB) + (5 TB) – (6,78 U)
BMR wanita
= 655,1 + (9,65 BB) + (1,85 TB) – (4,68 U)

Keterangan:
a.       BMR   = Basal Metabolic Rate
b.      BB       = Berat Badan (Kilogram)
c.       TB       = Tinggi Badan (Meter)
d.      U         = Usia (Tahun)

1.        Specific Dynamic Action
Bila seseorang dalam keadaan basal mengkonsumsi makanan maka akan terlihat produksi panas. Produksi panas yang meningkat di mulai satu jam stelah pemasukan makanan, mencapai maksimum pada jam ketiga, dan dipertahankan di atas taraf basal selama 6 jam atau lebih. Kenaikan produksi panas di atas metabolisme basal yang disebabkan oleh makanan disebut specific dynamic action (SDA). SDA adalah penggunaan energi sebagai akibat dari makanan itu sendiri. Energi tersebut digunakan untuk mengolah makanan dalam tubuh, yaitu pencernaan makanan, dan penyerapan zat gizi, serta transportasi zat gizi.
SDA dari tiap makanan atau lebih tepatnya zat gizi berbeda-beda. SDA untuk protein berbeda dengan karbohidrat, demikian pula untuk lemak. Akan tetapi SDA dari campuran makanan besarnya kira-kira 10 % dari besarnya metabolisme basal.
2.        Aktivitas Fisik
Setiap aktivitas fisik memerlukan energi untuk bergerak. Aktivitas fisik berupa aktivitas rutin sehari-hari, misalnya membaca, pergi kesekolah, bekerja sebagai karyawan kantor. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktivitas fisik.
Tabel 4. Faktor Aktivitas Fisik (perkalian dengan BMR)
Tingkat aktivitas
Laki-laki
Perempuan
Istirahat ditempat tidur
1,2
1,2
Kerja sangat ringan
1,4
1,4
Kerja ringan
1,5
1,5
Kerja ringan-sedang
1,7
1,6
Kerja sedang
1,8
1,7
Kerja berat
2,1
1,8
Kerja berat sekali
2,3
2,0

Setiap aktivitas olahraga  memerlukan energi untuk kontraksi otot. Olahraga dapat berupa olahraga aerobik maupun olahraga anaerobik. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktivitas olahraga.
Tabel 5. Kebutuhan Energi Berdasarkan Aktivitas Olahraga (kal/menit).
Aktivitas olahraga
Berat badan (kg)
50
60
70
80
90
Balap sepeda:





     9 km/jam
3
4
4
5
6
     15 km/jam
5
6
7
8
9
     Bertanding
8
10
12
13
15
Bulutangkis
5
6
7
7
9
Bulutangkis
7
8
10
11
12
Bola voli
2
3
4
4
5
Dayung
5
6
7
8
9
Golf
4
5
6
7
8
Hockey
4
5
6
7
8
Jalan kaki:





     10 menit/km
5
6
7
8
9
     8 menit/km
6
7
8
9
10
     5 menit/km
10
12
15
17
19
Lari:





     5,5 menit/km
10
12
14
15
17
     5 menit/km
10
12
15
17
19
     4,5 menit/km
11
13
15
18
20
     4 menit/km
13
15
18
21
23
Renang:





     Gaya bebas
8
10
11
12
14
     Gaya punggung
9
10
11
13
15
     Gaya dada
8
10
11
13
15
Senam
3
4
5
5
6
Senam aerobic





     Pemula
5
6
7
8
9
     Terampil
7
8
9
10
12
Tenis lapangan:





     Rekreasi
9
10
12
14
15
     Bertanding
9
10
12
14
15
Tenis meja
3
4
5
5
6
Tinju:





     Latihan
11
13
15
18
12
     Bertanding
7
8
10
11
12
Yudo
10
12
14
15
17
3.        Pertumbuhan
Anak dan ramaja mengalami pertumbuhan sehingga memerlukan pertambahan energi. energi tambahan dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang baru dan jaringan tubuh.
Tabel 6. Kebutuhan Energi Untuk Pertumbuhan (kalori/hari)
Umur (tahun)
Energi/kal/kg/BB
10 – 14
2
15
1
16 – 18
0,5

C.    Kebutuhan Gizi Atlet Bulutangkis
Kebutuhan energi merupakan prioritas yang utama bagi atlet. Keseimbangan energi untuk menjaga masa jaringan-jaringan, imun dan fungsi-fungsi reproduksi, dan penampilan optimal atlet. Keseimbangan energi ini didefinisikan sebagai pemasukan energi (energi yang dihasilkan dari makanan, cairan, dan produk suplement) dikali pengeluaran energi (pengeluaran energi, basal metabolisme, efek-efek dari pemasukan makanan, dan aktivitas fisik). Dengan pemasukan energi, lemak dan masa otot dapat digunakan oleh tubuh untuk sumber cadangan energi. Pengeluaran energi dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, massa tubuh, berat lemak tubuh, intensitas, frekuensi dan durasi latihan. Untuk atlet, rekomendasi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi macam-macam latihan untuk intensitas, frekuensi, dan durasi, kemudian untuk menghitung pemasukan energi untuk aktivitas normal. Banyak atlet yang memerluka konsumsi energi yang cukup untuk menjaga berat dan komposisi tubuh selama melakukan aktivitas atau berolahraga.
Sesuai prinsip dasar ”gizi seimbang” yang mengandung cukup karbohidrat, lemak, protein, mineral, air, dan serat. Menurut Joko Pekik Irianto (2007: 50) kebutuhan energi yang diperlukan setiap orang berbeda-beda, bergantung kepada berbagai faktor, antara lain: umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan serta berat ringannya aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang prestasinya olahragawan memerlukan nutrisi/ zat gizi yang cukup baik kualitas maupun kuantitas. Pada dasarnya nutrisi dikelompokkan menjadi 2 golongan yakni: Makro Nutrisi, yaitu zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah banyak (makro nutrisi) meliputi ; karbohidrat, lemak yang berperan sebagai pemberi energi dan protein berfungsi memelihara pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh. seperti kulit, otot dan rambut. Pengelompokkan zat gizi yang Kedua adalah mikro nutrisi yaitu zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit (mikro nutrisi) meliputi: vitamin dan mineral yang berperan memperlancar berbagai proses di dalam tubuh.
A.    Perencanaan Gizi Atlet Bulutangkis
Untuk memperoleh prestasi yang optimal , perlu disusun perencanaan makanan berjangka, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang yang selanjutnya dijabarkan dalam program perencanaan makanan atlet. Perencanaan makanan atlet perlu diselaraskan dengan perencanaan program latihan meliputi : periode persiapan, pertandingan dan transisi. Perencanaan gizi meliputi 4 (empat) hal, yakni:
1.      Perbaikan status gizi : pada umumnya perbaikan status gizi dilaksanakan pada periode persiapan umum.
2.      Pemeliharaan status gizi : dapat dimulai sejak awal periode persiapan apabila atlet telah memiliki status gizi normal, sedangkan atlet yang belum memiliki status gizi normal pemeliharaan status gizi dilakukan setelah status gizi normal tercapai.
3.      Pengaturan gizi pertandingan : pada periode pertandingan perlu disusun perencanaan makanan: sebelum bertanding, saat bertanding dan setelah bertanding, terutama untuk olahraga yang memerlukan waktu bertanding lebih dari 60 menit.
4.      Pemulihan Status gizi : Perencanaan makanan untuk memulihkan kondisi fisik olahragawan, dilaksanakan pada periode transisi. Tabel 29. Perencanaan Gizi Olahragawan.
B.     Perbaikan Status Gizi atlet bulutangkis
Tujuan pengaturan makanan pada tahap ini mencakup upaya:
1.      Meningkatkan status gizi antara lain: menambah berat badan, meningkatkan kadar Hb.
2.      Menurunkan berat badan terutama atlet cabang olahraga yang memerlukan klasifikasi berat badan.
 Makanan untuk meningkatkan status gizi:
1.      Kebutuhan energi dan zat gizi ditentukan menurut umur, berat badan, jenis kelamin dan aktivitas. Atlet pada usia pertumbuhan yang status gizinya kurang baik, kebutuhan protein lebih tinggi daripada atlet usia dewasa.
2.      Susunan menu seimbang, yang berasal dari beraneka ragam bahan makanan, vitamin dan mineral sesuai dengan kebutuhan.
3.      Menu disesuaikan dengan pola makan atlet berdasarkan hasil wawancara diet yang dilakukan dan pembagian makanan disesuaikan dengan jadwal kegiatan atlet.
4.      Untuk meningkatkan kadar Hb, dilakukan dengan pemberian makanan sumber zat besi yang berasal dari bahan makan hewani, oleh karena lebih banyak diserap oleh tubuh daripada sumber makanan nabati.
5.      Selain meningkatkan konsumsi makanan kaya zat besi, juga perlu menambah makanan yang banyak mengandung vitamin C, seperti pepaya, jeruk, nanas, pisang hijau, sawo kecik, sukun, dll.
Makanan untuk menurunkan berat badan:
1.      Penurunan berat badan sebaiknya dilakukan pada periode persiapan umum.
2.      Mengurangi asupan energi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan 0.5 kd berat badan/minggu atau 1.000 kalori untuk penurunan berat badan 1.0 kg berat badan/minggu.
3.      Menu seimbang dan memenuhi kebutuhan gizi.
4.      Selain mengurangi asupan makanan perlu menambah aktivitas.
Pada tahap ini diharapkan status gizi sudah mencapai tingkat yang optimal dan fisik atlet sudah beradaptasi dengan intensitas latihan yang tinggi. Selama tahap pemeliharaan status gizi, atlet harus mampu mempertahankan kondisinya dengan memperhatikan faktor pengaturan makanan.
Komposisi gizi tetap seimbang dan perlu monitoring status gizi atlet berdasarkan berat badan,persentase lemak (lean body weight). Berbagai hal yang perlu diperhatikan pada tahap pemeliharaan status gizi antara lain:
1.      Konsumsi energi harus cukup, terutama dalam bentuk karbohidrat komplek, untuk mempertahankan simpanan glikogen otot dalam jumlah yang cukup. Konsumsi karbohidrat yang rendah selama latihan intensif akan menyebabkan simpanan glikogen berkurang dan dapat menurunkan kinerja.
2.      Mengatur jadwal makan, atlet harus ingat bahwa bahan bakar dalam otot harus selalu diisi kembali setelah latihan. Sesuaikanlah waktu makan dengan waktu latihan. Apabila atlet tidak sempat makan pagi, maka makanlah snack yang tinggi karbohidrat misalnya roti. Bila harus berlatih sore hari usahakan makan snack pukul 15.00 dan makan malam setelah latihan , hindarkan makan berlebihan.
3.      Porsi makanan lebih kecil, namun frekuensi sering dan ditambah beberapa kali makanan selingan.
4.      Istirahat yang cukup untuk recovery (pemulihan sumber energi) dan menghilangkan kelelahan setelah berlatih. Makanlah karbohidrat komplek untuk menambah simpanan glikogen otot.
5.      Untuk mendapatkan kemampuan endurance yang optimal, selain mengisi simpanan energi dalam otot, perhatikan juga kemampuan otot untuk menggunakan bahan bakar tersebut, maka perlu: meningkatkan kapasitas aerobik, meningkatkan kadar hemoglobin, memaksimalkan regulator dalam metabolisme dengan mengkonsumsi vitamin dan mineral secara optimal.
6.      Konsumsi banyak sayur dan buah-buahan segar khususnya yang berwarna tua (sayuran hijau, wortel, labu kuning, mangga, pepaya, jeruk, semangka, dll.).
7.      Kurangi minyak dan lemak dengan mengurangi makanan goreng dan fast food karena kandungan lemak pada fast food berlebihan, pilih daging atau ayam yang kurang berlemak.
8.      Banyak minum air dan sari buah. Atur waktu latihan sehingga selalu memperoleh tambahan minuman secara teratur. Selama latihan sediakan waktu istirahat untuk minum, jangan menunggu hingga rasa haus. Air dingin (suhu 10 oC) lebih mudah meninggalkan lambung dibanding air hangat.
9.      Timbanglah berat badan setiap hari untuk memonitor keseimbangan gizi, sebaiknya penimbangan dilakukan sebelum dan setelah berlatih untuk mengetahui status hidrasi. Data berat badan akan digunakan sebagai parameter kebutuhan gizi setiap pergantian tahap latihan di samping penggunaan parameter lainnya.
D.    Analisis Kebutuhan Gizi Atlet Bulutangkis
Kebutuhan energi dapat dihitung berdasarkan komponen-komponen penggunaan energi. berdasarkan komponen-komponen tersebut, terdapat 6 langkah dalam menghitung energi untuk setiap atlet.
Cara menghitung kebutuhan energi
Langkah 1
Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan indeks massa tubuh dan persentase lemak. IMT = 60 : (1,6)2 = 23,4  Artinya atlet ini IMT dalam keadaan normal
Langkah 2
Tentukan BMR untuk wanita dengan berat badan 60 kg yaitu 1370 kalori 9tabel 2). Tentukan SDA yaitu 10% x 1370 = 149 Jumlahkan BMR dengan SDA yaitu 1370 + 137 = 1470 kalori
Langkah 3 dan angkah 4
Tentukan faktor aktifitas kerja ringan sedang yaitu 1,6 (tabel 3)
Langkah 5
Latihan lari setiap minggu yaitu : 3 x 60 x 12 = 2160 kal/mg Latihan Bulutangkis setiap minggu yaitu : 2 x 30 x 7 = 420 kal/mg Gunakan tabel 6 pada perhitungan aktifitas olahraga.
Kebutuhan energi untuk aktifitas olahraga (lari dan latihan bulutangksi) adalah 2160 + 420 = 2580 kalori/minggu.
Kebutuhan energi untuk aktifitas olahraga per hari adalah  2580 : 7 = 368,57 kalori Jadi total kebutuhan energi per hari adalah 2251,2 + 368,57 = 2619,77 kalori Mary membutuhkan energi setiap hari yang berasal dari makanan yang dia konsumsi adalah 2619,77 kalori
E.     Pengaturan Gizi Atlet bulutangkis persiapan pertandingan
Telah banyak dikenal pengaruh berbagai makanan terhadap kinerja olahragawan, namun masih sering salah menerapkannya di lapangan, misalnya seorang atlet baru merasa siap bertanding jika telah menyantap ‘obat mujarab’ (telur mentah, susu, dan madu) sebelum bertanding, yang justru secara fisiologis akan merugikan, susu misalnya mempunyai kandungan tinggi lemak sehingga tidak segera dapat diproses untuk menghasilkan energi, demikian juga madu meskipun tersusun atas karbohidrat sederhana, namun karena sifatnya yang hipertonik (pekat), akan menyebabkan reboud insulin, sehingga menyebabkan hipoglikemia (kadar gula darah rendah).
Teori Leibig, sudah banyak disangkal oleh para ahli, misalnya penelitian Chitenden menyimpulkan bahwa para pekerja berat yang memperoleh makan cukup kalori, tetap sehat hanya dengan asupan protein 50-60 gram/hari (Asmuni, 1988: 50).
Demikian juga penelitian Pettenhover dan Voit, menunjukkan bahwa pembakaran protein pada waktu berlatih berat tidak lebih tinggi dibanding pada waktu istirahat, juga setelah cadangan glikogen habis. Sedangkan bila latihan dilanjutkan tidak didapatkan ekskresi nitrogen yang berarti (Waluyo, 1981: 73).
Dengan demikian anggapan diet tinggi protein akan meningkatkan massa otot dan memperbaiki kinerja adalah tidak tepat, bahkan menurut ahli gizi, mengkonsumsi makanan tinggi protein selama berlatih maupun bertanding justru merugikan sebab,  protein bukan bahan makan sumber energi siap pakai, metabolisme protein meningkatkan kerja ginjal yang seharusnya tidak perlu.
Akan tetapi kenyataan di lapangan masih banyak ditemukan praktek-praktek diet yang hanya didasarkan atas kebiasaan dan pengalaman pribadi tanpa dukungan kebenaran ilmiah. Praktek diet yang salah seperti dikemukakan di atas tidak hanya terjadi di negara berkembang saja, akan tetapi juga di negara maju. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Bentivegna terhadap 75 coach dan trainer atletik, hasilnya menunjukkan 51% berkeyakinan bahwa diet tinggi protein akan meningkatkan massa otot dan memperbaiki penampilan (Eleanor, 1984:178).
Untuk memperoleh hasil kinerja olahraga yang optimal, perlu disusun pengaturan makanan pertandingan, meliputi pengaturan makan sebelum bertanding, saat bertanding dan setelah bertanding.
1.      Makanan Sebelum Bertanding
Tujuan pengaturan makanan sebelum bertanding adalah:
a.       Mencegah rasa lapar dan kelemahan,
b.      Tubuh penuh energi meskipun perut kosong,
c.       Menjamin status hidrasi,
d.      Alat percernaan tidak terbebani selama bertanding,
e.       Agar atlet merasa siap bertanding.
Berbagai cabang olahraga mempunyai lama pertandingan berbeda, demikian juga berat ringannya pertandinan tidak selalu sama. Untuk itu harus diketahui sistem energi utama yang diperlukan mensuplai energi untuk aktivitas fisik, hal tersebut berkaitan dengan pengaturan makanan sebelum bertanding. Pertandingan jarak pendek seperti lari cepat 50 m, 100 m, 200 m, energi utama yang dipergunakan adalah anaerobik. Pertandingan dalam jangka waktu lama yang dilakukan terus-menerus, seperti balap sepeda nomor jalan raya, marathon menggunakan sistem energi aerobik dengan bahan bakar karbohidrat dan lemak. Karbohidrat dipergunakan terutama pada waktu start dan menjelang finish karena pada saat tersebut olahragawan memerlukan gerakan yang cepat.
Sedangkan untuk pertandingan berselang, kadang cepat, kadang lambat (intermitten), seperti halnya sepakbola, hockey, sistem energi yang berperan adalah gabungan antara anaerobik dan aerobik. Makanan menjelang bertanding hanya berperan kecil dalam menyediakan energi, akan tetapi perlu diberikan untuk menghindarkan rasa lapar dan kelemahan agar atlet dapat berprestasi seoptimal mungkin. Sebenarnya tidak ada makanan khusus yang dapat menaikkan prestasi olahraga, namun pengaturan pola makan akan berpengaruh terhadap penampilan atlet, untuk itu diet menjelang bertanding perlu direncanakan dengan baik agar selama bertanding atlet tidak merasa kekurangan makan, berikan diet secara teratur dan hindarkan makanan berat yang sulit dicerna.
Dua sampai dengan tiga jam sebelum bertanding, atlet perlu disediakan makan menu ringan, tinggi karbohidrat (sebaiknya berupa karbohidrat kompleks, sebab selain mengandung karbohidrat juga tersedia zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral, diserap secara perlahan). Perut yang penuh makanan akan mengganggu kinerja saat bertanding, disamping itu energi tak dapat dicurahkan sepenuhnya untuk aktivitas luar, sebab metabolisme makanan butuh energi tersendiri (SDA: Specific Dynamic Action) untuk karbohidrat 6-7%, lemak 4-14% dan protein 30-40%.
Makanan tinggi protein sebaiknya dihindarkan, sebab dari metabolisme protein akan terjadi sisa zat yang bersifat toksik, seperti amonia dan urea. Asupan protein yang berlebihan akan memaksa ginjal dan hati bekerja ekstra untuk detoksikasi (penawar racun).Amonia dan asam organik sisa metabolisme protein akan menjadi deuretika yang memudahkan kita mengeluarkan urine, sehingga akan memberatkan atlet selama bertanding.
Pembuangan sisa metabolisme protein ini diikuti hilangnya berbagai mineral penting, seperti potasium, kalsium dan magnesium yang pada akhirnya akan menyebabkan dehidrasi, daya tahan menurun dan juga bisa menyebabkan terjadinya stroke atau gangguan otak. Protein juga bukanlah sumber energi instant yang siap pakai, sebab untuk menjadi energi harus menghilangkan unsur nitrogen terlebih dahulu yang memerlukan rangkaian proses cukup panjang.
Makanan menjelang bertanding sebaiknya terdiri atas menu ringan yang sudah dikenal atau biasa dikonsumsi atlet, sebab makanan mempunyai arti emosional dan harus diingat bahwa ketegangan menjelang bertanding akan berpengaruh terhadap prestasi. Disamping itu pilihlah makan yang mudah dicerna, hindarkan makanan berlemak, karena karena akan membebani percernaan.
2.      Makanan pada Hari Pertandingan
Tujuan: memberi makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen tetap terpelihara.
Syarat:
a.       Cukup gizi sesuai dengan kebutuhan.
b.      Protein cukup 10-12%, lemak 1-20%, hidrat arang 68-70% dari total Kalori.
c.       Banyak mengandung vitamin.
d.      Mudah dicerna, tidak bergas dan berserat, serta tidak merangsang (pedas, asam).
e.       Cairan gula diberikan dalam konsentrasi rendah.
Berbagai hal yang perlu diperhatikan:
a.       Pilih makanan yang tinggi karbohidrat terutama jenis karbohidrat komplek, misalnya: nasi, mie, bihun, makroni dan kue-kue seperti bolu, biskuit, krakers, dll.
b.      Hindarkan karbohidrat sederhana, seperti minuman manis atau gula, sebab minuman manis dengan kadar gula lebih dari 2.5 gram/100 ml air( hipertonik) akan menyebabkan terjadnya Hipoglikemia( penurunan kadar gula darah). Dengan gelaja antara lain : lemas,mudah tersinggung,sakit kepala,lapar,pucat dan beringat, bingung,kejang,hilang ke-sadaran. Hal tersebut terjadi karena otak kekurangan suplai makanan (Glukosa merupakan satu-satunya sumber makanan bagi otak)
c.       Hindari makanan yang terlalu banyak gula, seperti sirup, soft drink, coklat, satu jam sebelum bertanding. Pemakaian gula sebelum bertanding akan merugikan sebab selain mempunyai efek osmotik, juga akan meningkatkan sekresi insulin yang akan mengakibatkan terjadinya hipoglikemia.
d.      Mengatur waktu makan sesuai dengan jadwal pertandingan.
e.       Memperhitungkan waktu pencernaan dari jenis bahan makanan yang diberikan.
f.       Memberikan makanan tambahan dalam bentuk cair yang kaya akan zat gizi, karena makanan cair lebih cepat meninggalkan lambung dari pada makanan padat dan diberikan dua jam sebelum bertanding.
g.      Bila kebiasaan dekat waktu bertanding tidak dapat makan yang cukup, maka makan malam sebelum hari bertanding harus diusahakan makanan yang banyak karbohidrat dan snack sebelum tidur dipilih makanan yang banyak karbohidrat dan rendah lemak, misalnya krakers, biskuit, toast. Whole milk (susu sempurna) termasuk makanan/ minuman banyak mengandung lemak yang sebaiknya dihindarkan, sebab waktu cerna lama yang memperberat perut selama pertandingan berlangsung.
h.      Hindarkan makanan berat-berserat. Sayuran berserat atau sayuran mentah akan menimbulkan volume feaces yang memperberat alat cerna.
i.        Hindarkan makanan merangsang dan mengandung gas. Makanan yang terlalu pedas, terlalu asam dan mengandung gas, seperti kol, sawi, durian, nangka sebaiknya tidak dikonsumsi menjelang bertanding, sebab akan mengganggu proses pencernaan dan menimbulkan rasa tidak nyaman di lambung.
j.        Alkohol sebaiknya ditinggalkan. Olahragawan harus cukup selektif dalam memilih makanan/minuman menjelang bertanding, sebab akhir-akhir ini banyak beredar minuman pabrik yang kadang-kadang beralkohol. Meskipun alkohol termasuk sumber energi instan untuk kerja otot dan memberikan kalori tinggi (1 gram menghasilkan 7 kalori), namun banyak efek merugikan, diantaranya adalah:
o   Alkohol merupakan depresent bagi susunan syaraf pusat.
o   Mempercepat kelelahan, sebab memproduksi asam laktat.
o   Menganggu kerja syaraf: menghambat waktu reaksi, mempengaruhi refleks, kecepatan dan koordinasi menjadi lambat.
o   Mempunyai sifat deuretis yang memudahkan kencing.
o   Konsumsi caffein perlu dipertimbangkan. Penelitian Costil tahun 1978 terhadap pelari-pelari marathon yang diberi minum kopi sebanyak 2 cangkir satu jam sebelum bertanding, menunjukkan hasil yang baik. Mereka mampu memperbaiki penampilannya 10-15 menit lebih cepat. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa “Endurance Competition” mula-mula karbohidrat memberi 90% dari energi yang diperlukan dan lemak 10%. Oleh karena pertandingan berlangsung lama, maka tahap berikutnya energi yang berasal dari karbohidrat berkurang, sedangkan yang berasal dari lemak bebas terus bertambah. Salah satu efek cafein yang terdapat pada kopi, teh dan koka adalah merangsang mobilitas lemak sehingga asam lemak bebas masuk ke dalam aliran darah. Dengan perbaikan metabolisme lemak ini, maka penggunaan glikogen dapat dihemat sehingga akan memperbaiki endurance. Namun efek negatif dari cafein perlu dipertimbangkan, yakni cafein merupakan stimulansia yang dapat meningkatkan ketegangan syaraf yang membingunkan, sering juga diikuti terjadinya depresi selama bertanding (Smith, 1989:177). Akibat lain dari cafein adalah pada atlet yang sensitif terhadap zat ini menyebabkan insomnia, ekstra sistolik dan deuresis. Oleh sebab itu pemakian cafein terutama menjelang dan pada saat bertanding perlu dipertimbangkan.
k.      Memberi makanan yang telah dikenal oleh atlet atau makanan yang mengandung arti bagi yang bersangkutan dapat dilakukan, tetapi harus selektif, misalnya atlet menyukai ayam kentucky sebelum bertanding sebaiknya diganti ayam bakar.
l.        Memberi cukup banyak cairan dengan interval waktu tertentu.
m.    Susunan pola hidangan seperti pola hidangan pada tahap pemeliharaan status gizi dimodifikasi dengan menambah jenis snack tinggi karbohidrat.

Tabel. Pengaruh Pemberian Makanan/Minuman terhadap Kinerja.
Jenis Makanan
Lama Pertandingan
0 – 90 menit
90 mnt- 3 jam
> 3 jam
Makan 3 jam sebelum bertanding

Tidak membantu

Tidak membantu

o   Membantu suplai glukosa otot & darah.
o   Memperbaiki Enduren.
Cafein
Membantu setelah 60 mnt
Memperbaiki endurance
Memperbaiki endurance
Menuman mengandung 5-10% KH
Tidak membantu

Memperbaiki endurance
Memperbaiki endurance
Makanan tinggi KH cair

Tidak membantu

Memperbaiki endurance
Memperbaiki endurance

( Sumber: Smith,1989:114).
Waktu makan:
o   3 – 4 jam sebelum bertanding: makanan utama terdiri dari nasi, sayur, lauk-pauk dan buah.
o   2 – 3 jam sebelum bertanding: snack/makanan kecil, misalnya: krackers, roti, dll.
o   1 – 2 jam sebelum bertanding: cairan/minuman.
Pertandingan sepanjang hari:
Sehari sebelum bertanding istirahat yang cukup, dan makan pagi, siang dan malam terdirii dari makanan lengkap tinggi karbohidrat. Minuman ekstra cairan sepanjang hari. Pada hari pertandingan, makan pagi bergantung toleransi atlet seperti biasanya, pada hari pertandingan usahakan makan snack tinggi karbohidrat (krackers, biskuit) setiap 1,5 – 2 jam untuk mempertahankan gula darah dalam keadaan normal, makan siang rendah lemak, berarti makanan tidak boleh digoreng, tidak menggunakan santan kental dan minumlah air sebelum merasa haus.
Kebutuhan Cairan:
Tubuh manusia sebagian besar atau sekitar 60% adalah cairan, maka selama berlatih atau bertanding status hidrasi atlet harus benar-benar dipertahankan, sebab kekurangan cairan 1% akan mengurangi prestasi, kekurangan 3-5% akan menganggu sirkulasi dan kekurangan 25% berakibat kematian (Tauhid, 1986:45).
Cairan yang diperlukan untuk mempertahankan status hidrasi atlet diperoleh dari intake makanan, hasil metabolisme, dari minuman sebelum, selama dan sesudah bertanding.
Pada pertandingan olahraga endurance, seperti marathon, seorang atlet dapat kehilangan kehilangan cairan melalui keringat sebanyak 2-4 liter per jam, lewat pernapasan sebesar 130 cc/jam, dalam keadaan biasa kehilangan cairan lewat tractus respiratoris hanya 15 cc/jam (Tien, 1982:104).
Pemeliharaan status hidrasi sangat penting, sebab akan menentukan kinerja termasuk daya tahan atlet selama bertanding. Minuman selain bermanfaat menggantikan cairan yang hilang juga berguna untuk mengurangi panas badan dan memberi kesempatan penambahan karbohidrat.
Kebutuhan cairan bagi orang awam dengan kerja sedang, sekitar 6 gelas sehari, sedangkan untuk olahragawan adalah sekitar satu liter setiap pengeluaran energi sebanyak 1.000 kalori atau 2,5 -4 liter sehari.
Sehari sebelum bertanding minumlah ekstra cairan paling sedikit 2-3 gelas besar. Dua jam sebelum bertanding dapat minum 2-3 gelas karena ginjal baru akan mengeluarkan air seni 60-90 menit kemudian, dan 5-15 menit sebelum bertanding minum 1-2 gelas. Selama bertanding atlet dapat minum pada saat istirahat, seperti pada cabang olahraga sepakbola dan bolavoli.
Untuk cabang olahraga marathon dan balap sepeda nomor jalan raya tiap 10-15 menit minum 200-300 ml (1-2 gelas). Pada cuaca panas kebutuhan cairan semakin meningkat 3 kali dari yang dianjurkan. Untuk mengetahui apakah atlet cukup minum sebagai pengganti keringat keluar, dapat dilihat dari jumlah dan warna urine. Jika jumlah urine sedikit dan warnanya tua, berarti kurang minum, dapat juga dengan menimbang berat badan, setiap kehilangan berat badan 0,5 kg setelah berlatih atau bertanding minumlah 2 gelas air.
3.      Makanan Saat Bertanding
Pada umumnya pertandingan yang berlangsung lebih dari 90 menit, seperti marathon dan balap sepeda,pada saat-saat bertanding di pos-pos tertentu terdapat tambahan makanan untuk memenuhi kebutuhan kalori selama bertanding.
Sebaiknya makanan dalam bentuk cair, mengandung 400-500 Kalori, mislnya campuran juice buah, gula dan tepung maizena, yoghurt dengan tepung-tepungan yang disesuaikan dengan selera atlet. Makanan cair lebih cepat dicerna, diminum 2 jam sebelum bertanding.
Jenis makanan cair harus diperkenalkan dan dibiasakan dahulu sebelum dipergunakan dalam pertandingan. Jika atlet kurang menyukainya, dapat diberikan makan padat seperti pisang , crackers, kue apem, dan lain-lain atau produk makanan suplemen yang mudah dan ringan dibawa yang mengandung banyak karbohidrat.
4.      Makanan Setelah Bertanding
Untuk mempersiapkan atlet mengikuti pertandingan pada hari berikutnya perlu disusun diet khusus, dengan tujuan untuk memulihkan simpa-nan energi dan zat gizi (memulihkan simpanan glikogen, mengembalikan status hidrasi dan keseimbangan elektrolit).
Syarat-syarat makanan setelah bertanding:
a.       Cukup energi,
b.      Tinggi karbohidrat (60-70%), vitamin dan mineral,
c.       Cukup protein dan rendah lemak,
d.      Banyak cairan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a.       Setiap penurunan 500 gram berat badan tubuh memerlukan cairan pengganti sejumlah 500 cc.
b.      Pada penurunan berat badan 4-7% berat badan akan kembali normal setelah 24-48 jam.
c.       Berikan minum dengan interval waktu tertentu.
d.      Jenis minuman juice buah yang banyak mengandung kalium dan natrium, misalnya juice tomat, belimbing, dll.
e.       Untuk memulihkan kadar gula darah, tubuh memerlukan karbohidrat 1 gram /Kg berat badan, berikan 1 jam setelah bertanding.
f.       Pilihlah jenis karbohidrat kompleks dan disakarida.
g.      Pada umumnya atlet malas makan setelah bertanding, untuk itu berikan ½ porsi dari biasanya dan tambahlah makanan cair yang banyak karbohidrat.
5.      Pemulihan Status Gizi
Masa pemulihan dapat diartikan sebagai masa akhir pertandingan, dalam periodisasi latihan disebut masa transisi. Pada masa ini olahragawan tetap melakukan kegiatan fisik yang bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik serta mempertahankannya kualitas yang telah dicapai pada masa kompetisi, selanjutnya dipersiapkan untuk memasuki masa periodi-sasi latihan berikutnya.
Pengaturan makanan mengikuti tata laksana makanan setelah bertanding. Kebutuhan energi disesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan sehari-hari.
Biasanya pada masa ini sudah tidak berada pada pemusatan latihan, atlet harus tetap mempertahankan kebiasaan makan yang sudah terpola seperti pada saat di pemusatan latihan.
Berbagai hal yang perlu dipertimbangkan:
a.       Kebutuhan energi disesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan.

b.      Gizi seimbang dan bervariasi.
c.       Tetap mengontrol berat badan agar selalu dalam batas-batas ideal.
d.      Apabila status gizi menurun dapat dipergunakan susunan pola hidangan peningkatan gizi. Bila status gizi tetap terpelihara, gunakan susunan hidangan pemeliharaan status gizi.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
        Gizi pada atlet atau  mereka yang aktif, seyogyanya tetap mengikuti anjuran yang baku sesuai umur, jenis kelamin, berat dan lamanya aktivitas fisik yang dilakukan. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. komponen-komponen tersebut yaitu yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktivitas fisik dan faktor pertumbuhan. Menu makanan atlet harus mengandung karbohidrat sebanyak 60 – 70%, lemak 20 – 25% dan protein sebanyak 10 – 15% dari total energi yang dibutuhkan.



Text Box: 38
 

1 komentar: