Selasa, 28 April 2015

HARMONI DAN SINERGI KEOLAHRAGAAN



    Puncak peringatan hari olahraga nasional (Haornas) ke-31 tanggal 9 september 2014 diselenggarakan dikota solo. Peringatan dengan tema sentral olahraga satukan semnagat bangsa  tersebut memiliki arti yang sangat penting dan strategis terkait dengan niat pencerahan olahraga masa depan. Strategis karna memiliki momentum istimewah dari sisi historis maupun politis. Secara historis peringatan hari ini bertempat dikota solo yang merupakan tempat pencananganan harornas kali pertama pada tanggal 9 september 1983.
      Ini akan memberikann harapan penggadaan bahwa lompatan energy baru sebagai dampak dari proses tetirah. Secara politis akan memiliki dampak besar karna ini merupakan peringatan Haornas terakhir dalam kurun massa pemerintahan Sosila Bambang Yudiyono (SBY). Secara politis akan menjadi upaya pemerintahan akan melakukan transformasi estafes kebijakan yang berorentasi khusnul Khotimah dalam pembangunan keolahragaan kedepan.
       Penentuan tema olahraga satukan semangat bangsa tentu saja hasil pengolahan atas kebutuhan dasar bangsa ini terkait dengan penempatan peran strategi pembangunan olahraga bagi penguatan spirit bangsa. Bangsa yang besar membutuhkan pemfokusan dan penyatuan spirit. Tema tersebut sekaligus memiliki arti bahwa .’ penyatuan semangat’ adalah sesuatu yang secara sadar harus dibenahi secara serius dalam persoalan internal keolahragaan kita. Masih hangat dalam ingatan pegiat olahraga pada khususnya tentang pernyataan menteri pemuda dan olahraga (Menpora) Roy Suryo beberapa waktu yang lalu. Ada bahan renungan besar dari pernyataan menpora terkait kegagalan kontingen Indonesia di SEA GAME di Myanmar beberapa waktu yang lalu.
     Menteri yang juga pakar telematika itu menganggap penyebab kegagalan duta olahraga di perhelatan pesta olahraga bangsa-bangsa asia tenggara adalah tidak harminisnya hubungan antara koni olahraga nasional dengan komite olahraga Indonesia (KOI). Kementrian pemuda dan olahraga (Kemenpora) untuk kali yang kesekian secara terang-terangan akan melakukan uji ulang dan revisi atas substansi undang-undang (UU). No.3/2005 tentang system keolahragaan nasional (UUSKN), terutama terkait dengan pemisahan tugas pokok dan fungsi antara KONI dan KOI. Pemisahan komite olahraga nasional dan komite olimpiade Indonesia konon menjadi sumber masalah munculnya ketidakharmonisan tata kelola olahraga prestasi di negeri ini. Benarkah Demikian..???
       Dalam amanat UUSKN telah amat jelas ditegaskan pengelolaan sintem keolahragaan nasional merupakan tanggung jawab menteri. Pihak pemerintah berkewajiban menentukan kebijakan nasional, standar keolahragaan nasional, serta koordinasi dan pengawasan terhadap pengelolaan keolahragaan nasional. Dari sisi amanat yang demikian sungguh kita pantas berbangga bahwa regulasi pengelolaan keolahragaan di Indonesia sebenarnya telah memiliki paying hokum yang sangat kuat. Hanya sedikit Negara dimuka bumi ini yang memiliki undang-undang yang mengatur secara khusus tentang keolahragaan.
      Bahkan, keolahragaan di Indonesia disamping di jamin UUSKN juga dipayungi oleh undang-undang yang mengatur persoalan keolahragaan, Seperti UU tentang system pendidikan nasional (sisdiknas), undang-undang tentang kepariwisataan, dan undang-undang tentang kesehatan. Pertanyaannya adalah : apakah ini menguntungkan atau merugikan bagi kemajuan pembangunan keolahragaan kita.? Jawabannya tentu saja amat bergantung dari sisi apa dan sisi mana kita memaknainya. Sisi hebatnya tentu arah pembangunan keolahragaan semakin kokoh karena didukung oleh program-program besar berskala nasional yang didukung lintas kementrian. Tapi, sisi buruknya adalah pada implementasi yang terganjal persoalan “penyakit” disharmoni dan ketaksingkronan, penyakit besar yang gampang yang menjangkiti bangsa yang besar seperti Indonesia ini.
       Penyakit seperti itu ternyata selalu menjadi simtom terkait dengan wujud tata kelola olahraga prestasi, dimana persoalan pengavelingan kewenangan selalu berujung pada dualisme menimbulkan dishormoni dan program kerja yang  tidak sinergis.siapa berwenang, untuk apa sebenarnya telah jelas diatur dalam UUSKN. Komite olahraga nasional seharusnya tidak dimaknai dengan sebuah ‘organisasi’ dalam wujud fisik, tetapi snagat baik klw lebih kita pandang sebagai sebuah “fungsi”.
       Dalam UUSKN komite itu tidak ditulis sebagai komite olahraga nasional (huruf besar), tetapi ditulis sebagai komite olahraga nasional (huruf kecil). Artinya, UUSKN telah mengamanatkan fungsi yang dibentuk oleh induk-induk cabang olahraga tersebut memiliki sifat mandiri dan produktif efektif dalam menjalankan tugas.
        Fungsi komite olahraga nasional bersifat koordinatif kedaerah karena komite olahraga nasional memang bertanggung jawab terkait dengan kesuksesan olahraga prestasi nasional dengan segenap pernik-perniknya. Bagaimana dengan KOI..??
       Pada pasal 44 UUSKN telah secara tegas dinyatakan KOI adalah bentuk nyata dari National Olympic committee  (NOC) sebagaimana telah diakui resmi oleh internasional Olympic committee (IOC).
     KOI meningkatkan dan memelihara kepentingan Indonesia serta memperoleh dukungan masyarakat untuk mengikuti Olympic games, asian games, south east asia games, serta pecan olahraga internasinal lai.
       Ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari sisi besar Olympic solidarity sebagaimana eksistensi NOC dinegara lain diseluruh dunia, yakni untuk menopang kesuksesan penyelenggaraan pekan olahraga nasional internasional. Ini sebuah misi global universal yang bertujuan mulia, yakni mewujudkan persahabat dan perdamaian dunia serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui pencapaian prestasi olahraga.

HENTIKAN DISHARMONI
       Berdasarkan pencermatan atas sisi materi yang menjelaskan komite olahraga nasional dan KOI dalam UUSKN. Sebenarnya terlalu premature kalau dianggap mengandung potensi komflik yang menyebabkan disharmoni. Tidak ada masalah seriu dengan isi UUSKN terkait komite olahraga nasional dan KOI. Dengan demikian, mengubah substansi pasal-pasal menurut hemat saya merupakan pekerjaan yang memerlukan energy besar tetapi barang kali tidak akan menyelesaikan secara signifikan persoalan dualism, disharmoni dan kurangnya sinergi dalam tata kelola penyelenggaraan olahraga prestasi di Indonesia.
        Ini dapat saya identikan dengan upaya membangun dan mengubah bentuk banyak patung polisi dipinggir jalan dengan tujuan meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas.
      Persoalan disharmoni adlaah sebuah wilayah “mentalitas” yang dapat diatasi ndengan cara membangun mind set sportif kolektif keperilakuan dan sikap seluruh insane olahraga prestasi.
       Penghentian disharmoni dapat dilakukan antara komite olahraga nasinal dan KOI tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang dikotomis. Selama ini ada pemahaman umum yang cukup fatal bahwa komite olahraga nasional “hanya terbatas” menangani persoalan olahraga dalam negri yang menyukseskan pada level teratas penyelenggaraan pekan olahraga nasional (PON).
        Sementara KOI tidak boleh ikut campur dalam urusan yang ditangani komite olahraga nasional karena KOI harus berurusan dengan pecan olahraga internasional. Komite olahraga nasional menangani urusan olahraga prestasi dalam negeri, KOI menangani urusan prestasi olahraga luar negeri.
        Mindset yang demikian akan mengarah pada diskresi peran yang menjadi penyebab disharmoni, padahal amanat UUSKN baik yang sifatnya tersurat maupun tersirat tidak demikian. Tidak akan harmonis sebuah keluarga jika peran dikotomis suami dan istri diberlakukan. Suami hanya mengurus urusan diluar sedangkan istri mempunyai kewenangan mengurus /masalah/problem di dalam rumah tangga.
       Keharmonisan dan kesejahteraan keluaga mengharuskan bersatu padunya peran suami dan istri untuk urusan luaar maupun diluar. Komite olahraga nasional dan KOI bersatu padu untuk membesarkan rasa kebanggaan nasional melalui olahraga, luar maupun dalam negeri.
      Keduanya secara harmonis harus berupaya mewujudkan tujuan nasional keolahragaan secara simultan, kokoh, dan nyata. Hal itu pasti bisa karena semangat sportif itu adalah semangat ksatria. Dirgahayu olahraga nasional. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar